Pengusaha Minta Jangka Waktu Hak Pakai Hunian WNA Ditambah Hingga 80 Tahun
Porosberita.com, Jakarta – Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) meminta pemerintah menambah jangka waktu hak pakai hunian bagi warga negara asing (WNA) menjadi 50 tahun. Selanjutnya, bisa diperpanjang kembali hingga 30 tahun. Sehingga, total hak pakai hunian WNA bisa mencapai 80 tahun.
Untuk diketahui, untuk jangka waktu hak pakai hunian bagi WNA telah diatur dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Dimana, orang asing saat ini diberikan hak pakai hunian di Indonesia selama 30 tahun. Setelah itu, mereka bisa minta perpanjangan untuk jangka waktu 20 tahun dan 30 tahun. Sehingga, total hak pakai hunian bagi WNA bisa mencapai 60 tahun.
Namun, pihak REI menilai perpanjangan hunian bagi WNA dibutuhkan saat ini. Hal itu diperlukan untuk mendongkrak kinerja industri properti yang sedang loyo.
“Jadi bisa dapat 80 tahun, kalau dipotong-potong sekali seperti sekarang kan jadi bingung. Minatnya (WNA) belum tampak sampai sekarang. Tapi kalau langsung 50 tahun lalu ditambah 30 tahun mereka jadi yakin,” kata Sekjen Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI Paulus Totok Lusida, Jumat (12/7/2019).
Paulus mengaku bahwa pihaknya sudah mengusulkan perpanjangan tersebut ke DPR maupun pemerintah. Dia meminta agar usulan itu dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pertahanan.
Paulus menambahkan, hal lain yang diusulkan REI memasukkan poin mengenai kepastian hukum terkait tanah yang dianggap menganggur dan aset yang dijadikan perusahaan sebagai inventaris. Pihaknya pun meminta agar pemerintah tak memberlakukan pajak progresif untuk tanah inventaris.
Dikatakan Paulus, pemerintah perlu memberi arti yang jelas apa yang dimaksud sebagai tanah terlantar yang bisa dikenakan pajak progresif atau diambil oleh pemerintah. Sebab, ketidakjelasan arti bisa menimbulkan keresahan di dunia usaha.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan Herman Khaeron mengungkapkan bahwa pihak eksekutif dan legislatif sebenarnya sudah menyepakati enam dari 15 bab yang ada dalam RUU Pertanahan.
Lebih jauh, politikus Demokrat ini menjelaskan bahwa terdapat delapan poin utama yang dibahas dalam RUU Pertahanan. Yakni menyangkut pengaturan atas hak atas tanah, pendaftaran tanah menuju single land administration system, dan modernisasi pengelolaan.
Selain itu penghapusan hak-hak atas tanah yang bersifat kolonial, kewenangan pengelolaan kawasan oleh kementerian/lembaga (K/L), penyediaan tanah untuk pembangunan, percepatan penyelesaian sengketa, kebijakan fiskal pertanahan, dan kewenangan pengelolaan kawasan oleh kementerian/lembaga. (nto)