Taufik Kurniawan Divonis Enam Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya
Porosberita.com, Semarang – Wakil Ketua DPR non aktif Taufik Kurniawan divonis enam tahun pejnara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang. Tak hanya itu, majelis hakim juga mencabut hak politiknya.
Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Secara sah bersalah menjatuhkan pidana penjara 6 tahun penjara dengan denda Rp200 juta bagi terdakwa, atau diganti pidana kurungan empat bulan,” kata Hakim Ketua Tindak Pidana Korupsi Antonius Widijanto dalam sidang vonis di Semarang, Senin (15/7/2019).
Majelis hakim menilai Taufik terbukti menerima suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Purbalingga dan Kebumen yang bersumber dari APBN Perubahan tahun 2016 dan 2017.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan terdakwa terbukti menerima suap sebesar Rp4,85 miliar. Suap berupa fee itu diterima dari mantan Bupati Kebumen Yahya Fuad dan mantan Bupati {urbalingga Tasdi. Uang itu diserahkan kedua bupati itu melalui perantara Rahmat Sujianto dan Wahyu Kristianto.
Adapun suap pengurusan DAK Kabupaten Kebumen yang bersumber dari perubahan APBN 2016 sebesar Rp3,65 miliar, dan pengurusan DAK Kabupaten Purbalingga yang bersumber dari perubahan APBN 2017 sebesar Rp1,2 miliar.
Untuk itu, terdakwa juga membayar uang pengganti sebesar Rp4,240 miliar. Pembayaran diperhitungkan dengan uang yang telah disetor terdakwa ke negara melalui KPK sebesar Rp4,24 miliar.
Selain itu, hak politik terdakwa juga dicabut selama tiga tahun.Putusan tersebut merupakan hukuman tambahan.
“Menjatuhkan hukuman tambahan untuk tidak dipilih atau menduduki jabatan publik selama 3 tahun, terhitung setelah terdakwa menjalani hukumannya,” kata Hakim Ketua Antonius Widjantono.
Menurut hakim, pencabutan hak politik tersebut ditujukan sebagai efek jera bagi pelaku kejahatan maupun orang lain agar tidak melakukan tindak pidana yang sama. Serta bertujuan untuk melindungi publik agar tidak salah pilih dalam memilih pejabat publik.
Dalam pertimbangannya atas tuntutan terdakwa dalam perkara tersebut, hakim menyatakan perbuatan terdakwa telah merusak citra DPR dan mencederai kepercayaan masyarakat. Terdakwa pun tidak mengakui perbuatannya. (rud)