Vox Point Indonesia Ajak Elite Turunkan Suhu Politik
Porosberita.com, Jakarta – Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Vox Point Indonesia mengajak para elite politik dan masyarakat untuk mendinginkan suhu politik pasca Pemilu Presiden 2019. Suhu politik yang sejuk akan membangkitkan ekonomi Indonesia dari keterpurukan.
“Situasi politik yang sejuk akan menciptakan bertambahnya lapangan pekerjaan, sehingga pengangguran berkurang, dan kesempatan berusaha, dan berbisnis akan menjadi luas. Jangan lagi kita “menggoreng-goreng”. Saatnya kita tidak berpikir kepada kepentingan politik, tetapi lebih kepada rakyat,” kata Ketua Umum DPN Vox Point Indonesia Yohanes Handoyo Budhisedjati dalam diskusi bertema Rekonsiliasi Bagi-bagi Jatah? yang digelar Vox Point Indonesia di Sanggar Prativi, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Menurut dia, memanas nya suhu politik pada saat Pilpres yang lalu telah berdampak kepada nasib para pengusaha, termasuk dirinya. Untuk itu sambung dia, kita harus menilai positif pertemuan antara Jokowi dan Prabowo di MRT, baru-baru ini.
“Kita harus menyikapinya dengan positif, jiwa sportifitas yang telah ditunjukan oleh kedua tokoh tersebut (Jokowi dan Prabowo),”imbuhnya.
Yohanes juga mengapresiasi sikap para politisi parpol yang saat ini sudah mulai sejuk, padahal sebelumnya mereka terkenal cukup vokal.
Ia menekankan, pasca Pilpres jangan ada lagi polarisasi baru. Yohanes mengajak kepada para elite poltik untuk menyejukan iklim politik. “Jangan lagi kita berfikir jatah – jatah kursi yang satu berkurang, yang satu ini, yang semuanya akan membuat gaduh. Kenapa kita tidak berpikir bagaimana bangsa ini keluar dari ancaman krisis dunia,”pungkas Yohanes.
Sementara itu Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan rekonsiliasi politik yang ditandai dengan pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto adalah contoh baik yang ditunjukan oleh negarawan sejati.
“Rekonsiliasi dan bagi-bagi jabatan tidak boleh digabungkan menjadi satu. Rekonsiliasi harus ditempatkan di atas. Jangan seakan –akan tidak ada bagi-bagi jabatan, tidak ada rekonsiliasi,”jelas Jansen.
Menurut Jansen, mau ada, ataupun tidak ada jabatan adalah tugas kita bersama untuk mendinginkan Indonesia pasca Pilpres 2019. Itu sudah kewajiban Partai Demokrat. Minimal kita sudah memulailah proses pendinginan itu.
“Pertemuan AHY dengan Jokowi baru-baru ini juga tidak ada urusannya dengan bagi-bagi jabatan. Itulah DNA Partai Demokrat. Kita ademkam kembali suhu politik yang memang sangat panas sekali selama 8,5 bulan. Saya juga berkontribusi untuk itu. Saya punya “saham” mengaduk-aduk situasi. Nah , tugas saya sekarang pasca Pilpres adalah “mencuci “apa yang saya lakukan itu, yaitu menyatukan kembali,”tutur Jansen.
Senada dengan itu Politikus Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan, pertemuan Prabowo dengan Jokowi dan Megawati adalah dalam rangka Indonesia guyub. Ini akan membuka peluang untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagai akibat kontestasi Pilpres 2019.
Andre menegaskan, pertemuan kedua tokoh tersebut juga tidak membicarakan soal bagi-bagi kursi.
“Partai Gerindra tidak pernah mensyaratkan bahwa rekonsiliasi itu harus dapat kursi (Ketua MPR). Tetapi kita juga tidak munafik seandainya sebagai partai peraih suara terbanyak kedua pada Pileg diberikan kesempatan untuk mendapatkan salah satu kursi. Maka kita akan mengusulkan calon kita,”ujar Andre.
Sementara itu pengamat politik dari Polltracking Institute Hanta Yuda menyebut, ada empat bentuk atau medan koalisi dalam peta politik Indonesia. Pertama koalisi pilpres yang sudah selesai pasca-keputusan MK dan KPU.
Kemudian koalisi pemilihan pimpinan MPR dan DPR yang akan datang, koalisi pendukung pemerintahan dalam bentuk jatah kabinet, serta koalisi menuju Pemilu 2024.
Ia berharap, partai politik sebaiknya tak perlu malu-malu bicara kursi jabatan. Entah menteri, pimpinan MPR, DPR dan lainnya. Tak perlu terlaku basa-basi bicara demi bangsa dan negara, tapi ujung-ujungnya sama saja.
Menurut Hanta tidak ada yang salah dalam merebut kursi kekuasaan. Namanya saja parpol, enggak ada salahnya kok, kalau misalnya Gerindra, PAN, Demokrat gabung pemerintahan.
“Sekarang kekuatan Jokowi sebenarnya sudah cukup dengan komposisi di parlemen 60:40. Itu sudah pas dan cocok dengan menyisakan 40 persen untuk kontrol pemerintahan,”pungkasnya. (wan)