Politikus NasDem Ini Sebut Habibie Jadikan Indonesia Negara islam Demokratis
Porosberita.com, Jakarta – Politikus Partai NasDem Charles Meikyansah menyebutkan di tangan presiden ke-3 Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie, Indonesia melangkah menjadi salah satu negara yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam yang demokratis paling besar di dunia.
“Di tangan Pak Habibie, Indonesia memulai desentralisasi dari sebelumnya sentralisasi kekuasaan membuat Jakarta sangat dominan dalam menentukan arah politik dan pembangunan di Indonesia,” kata Charles mengenang mendiang B.J. Habibie di Jakarta, Kamis.
Sebagai presiden, meski berlangsung singkat selama 18 bulan, B.J. Habibie meletakkan fondasi institusionalisi yang demokratis.
“Ini yang menurut saya achievement (prestasi) paling besar Pak Habibie bagi bangsa dibanding sebagai bapak teknologi yang selama ini menjadi benchmark bagi Pak Habibie,” ujarnya.
Bagi Charles, cara mengenang yang baik bagi tokoh bangsa adalah mempelajari apa baik yang ditinggalkannya. Meneladani pemikiran, sikap, dan kerja dalam membangun republik ini.
Tidak hanya itu, salah satu keputusan politik terbesar Habibie adalah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UU No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang menandai era baru desentralisasi kekuasaan.
Desentralisasi, terlepas dari kelemahannya, merupakan eksperimen institutional building yang paling sukses dalam demokratisasi di Indonesia.
“Bagaimanapun selama 32 tahun, sentralisasi kekuasaan Orde Baru mengikuti hukum besi lord acton power tends to corrupt, power absolutely, corrupt absolutely. Peletakan fondasi institusi paling penting bagi perjalanan bangsa. Dalam hal ini daerah menentukan arah pembangunannya sendiri,” kata Charles.
Ia melanjutkan, “Prestasi paling besar lainnya adalah kebebasan pers. Lahirnya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah buah kerja Pak Habibie. Praktis, sudah 20 tahun kita menikmati kebebasan pers.”
Berkat kebebasan pers, kata calon terpilih anggota DPR RI periode 2019—2024 ini, demokratisasi mampu berjalan selama 2 dekade dengan capaian yang menggembirakan meskipun masih banyak yang harus diperbaiki.
“Kebebasan pers adalah salah satu pilar penting pembangunan demokratisasi. Tanpa kebebasan pers, demokrasi yang bermutu adalah omong kosong,” kata Charles yang juga pernah menjadi praktisi media massa.
Kehidupan gelap pers melalui politik sensor dan pemberangusan pada era Orde Baru adalah mimpi buruk pers. Maka, ketika kebebasan pers dibuka, saat itulah sedang mendapatkan keberkahan dalam kehidupan sosial politik.
Selain desentralisasi dan kebebasan pers, demokratisasi militer melalui penghapusan dwifungsi ABRI adalah prestasi Habibie yang fundamental.
Melalui Ketetapan MPR VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri dan Ketetapan MPR VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri, demokratisasi militer dimulai.
“Polisi kembali ke sipil, dan militer kembali ke barak. Tidak lagi menjadi kekuatan politik seperti pada masa Orde Baru melalui fraksi ABRI. Reformasi militer paling penting dalam sejarah demokratisasi bangsa ini,” katanya.
Setidaknya, tiga prestasi yaitu desentralisasi, kebebasan pers, dan penghapusan dwifungsi ABRI yang dilakukan Habibie menandai era baru demokratisasi dan upaya menunaikan janji reformasi paling penting.
“Mengapa? Karena selama 32 tahun rezim autoritarian Orde Baru ditopang oleh tiga strategi utama yang direformasi Pak Habibie, yaitu sentralisasi kekuasaan, pemberangusan pers, dan dwifungsi ABRI,” ujarnya.
Tiga capaian paling penting itu, lanjut Charles, tidak mungkin diraih tanpa kepemimpinan yang kuat yang berorientasi pada komitmen demokrasi dan masa depan Indonesia bukan hanya sekadar kepemimpinan yang berorientasi kalkulasi politik.
Sebagai bangsa, Indonesia memiliki utang kepada Habibie dan Indonesia sebagai bangsa juga belum mampu menunaikan cita-cita Habibie sebagai negara yang memiliki teknologi tinggi. Negara dengan industrialisasi canggih dan memiliki added value. Negara yang mampu keluar dari kutukan sumber daya alam (dutch disease).
“Hari ini kita masih memiliki ketergantungan yang besar pada sumber daya alam. Kita belum bisa melangkah ke depan menjadi negara maju dengan industrialisasi canggih. Kita masih mampu menjual batu bara dibandingkan mengekspor pesawat CN-219,” katanya.
Habibie pada 24 tahun yang lalu, melalui penerbangan perdana pesawat Gatotkaca N-250 pada tanggal 10 Agustus 1995, sedang mengirimkan pesan optimisme bahwa bangsa kita adalah bangsa yang besar. Bangsa yang mampu sejajar dengan negara-negara maju dan memiliki teknologi canggih.
Menurut dia, tidak ada penghargaan tertinggi kepada Habibie selain bergotong royong, bahu-membahu mewujudkan mimpi presiden ke-3 RI itu bahwa Indonesia bisa menjadi negara maju.
“Fondasi penting kehidupan demokrasi sudah diletakkan, mimpi Indonesia memiliki pesawat sudah ditunaikan, kita sebagai anak bangsa harus lebih baik dari beliau, demi indonesia. Selamat jalan Pak Habibie. Alfatiha,” ucap Charles. Demikian dilansir dari Antara. (rud)