Sat. Apr 20th, 2024

Mantan Presdir PT. Lippo Cikarang Tersangka Kasus Meikarta

Mantan Presiden Direktur PT. Lippo Cikarang Bartholomeus Toto

Porosberita.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapkan mantan Presiden Direktur PT. Lippo Cikarang Bartholomeus Toto ditetapkan sebagai tersangka kasus suap izin proyek Meikarta.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Senin (29/7/2019) menjelaskan bahwa pihaknya sejak 10 Juli 2019 telah melakukan penyidikan terhadap tersangka Bartholomeus Toto.

“Penyidikannya sudah dilakukan sejak 10 Juli 2019 lalu untuk tersangka BTO, mantan Presiden Direktur PT. Lippo Cikarang dalam perkara dugaan suap terkait dengan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi,” ujarnya.

KPK menduga Toto telah memberikan uang Rp10,5 miliar kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin untuk mengurus sejumlah perizinan.

Kasus ini berawal dari PT. Lippo Cikarang berencana membangun kawasan pemukiman di wilayah Kabupaten Bekasi dengan luas sekitar 438 hektare yang akan dilaksanakan dalam 3 tahap.

Untuk pembangunan tahap l dengan luas 143 hektare dimulai, diperlukan beberapa izin. Yakni, izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT), izin Prinsip Penanaman modal dalam negeri, izin Lingkungan dan izin mendirikan bangunan (IMB).

Untuk itu, pihak PT. Lippo Cikarang menugaskan beberapa orang, termasuk tersangka melakukan pendekatan kepada Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin melalui orang dekatnya. Pertemuan-pertemuan pun dilakukan.

“Untuk mengurus Izin Pemanfaatan Penggunan Tanah (lPPT) pembangunan Meikarta tersebut, PT. Lippo Cikarang, Tbk. menugaskan Billy Sindoro, tersangka BTO, serta Henry Jasmen, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama dan pihak pegawai PT. Lippo Cikarang lainnya melakukan pendekatan kepada Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin melalui orang dekatnya,” jelas Saut.

Selanjutnya, PT. Lippo Cikarang, Tbk mengajukan IPPT seluas 143 hektare. Pihak yang mewakili PT. Lippo Cikarang melalui orang dekat bupati, meminta bertemu Bupati.

Pada April 2017, pihak yang mewakili PT. Lippo Cikarang bertemu dengan Bupati Neneng di rumah pribadinya dan menyampaikan bantuan. Neneng pun menyanggupi dan meminta pihak PT. Lippo Cikarang berkomunikasi dengan orang dekatnya.

Tersangka mendapat pesan dari Neneng agar izin diajukan secara bertahap. BTO menyanggupi dan menjanjikan uang untuk pengurusan izin tersebut.

Pada Mei 2017, Neneng menandatangani Keputusan Bupati tentang IPPT dengan luas sekitar 846.356 meter persegi untuk pembangunan komersial area (apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, hotel, perumahan dan perkantoran) kepada PT. Lippo Cikarang, Tbk.

“Untuk merealisasikan janji pemberian suap sebelumnya, atas persetujuan tersangka BTO, pegawai PT. Lippo Cikarang, Tbk pada divisi land acquisition and permit mengambil uang dari pihak PT. Lippo Cikarang, Tbk dan BT0 di helipad PT. Lippo Cikarang, Tbk dengan jumlah total Rp10,5 miliar,” beber Saut.

Uang diberikan pada Neneng melalui orang kepercayaannya dalam beberapa tahap. Setidaknya 5 kali pemberian uang kepada Neneng, baik dalam bentuk dolar AS dan rupiah dengan total Rp10,5 miliar.

Atas perbuatannya melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang. Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 iuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ka-l KUHP.

Untuk diketahui, perkara ini berawal dari kegiatan tangkap tangan pada 14 dan 15 Oktober 2018. KPK menetapkan 9 orang sebagai tersangka dari unsur kepala daerah, pejabat di pemkab Bekasi dan pihak swasta.

Kesembilan orang tersebut sudah divonis, masing-masing mantan Bupati BekasiNeneng Hassanah Yasin divonis 6 tahun penjara, mantan Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi Jamaludin divonis 4,5 tahun penjara, mantan Kepala PMPTSP Pemkab Bekasi Dewi Tisnawati divonis 4,5 tahun penjara, mantan Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat Maju Banjarnahor divonis 4,5 tahun penjara dan mantan Kepala Bidang Penataan ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi Nurlaili divonis 4,5 tahun penjara.

Dari pihak swasta adalah mantan Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro divonis 3,5 tahun penjara, Henry Jasmen P Sitohan divonis 3 tahun penjara, Fitradjaja Purnama divonis 1,5 tahun penjara danTaryudi divonis 1,5 tahun penjara. (wan)

About Author