Kejagung Didesak Tuntaskan Dugaan Korupsi Dinas Lingkungan DKI di Era Ahok
Porosberita.com, Jakarta – Jakarta Procurement Monitoring (JPM) mendesak Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta di era Gubernur Basuki Tjahaja purnama alias Ahok. Kasus dimaksud adalah Proyek Pengadaan Penyekat Sampah HDPE TA 2017 senilai Rp. 55.604.304.000.
Ketua JPM Ivan Parapat, SH mengungkapkan, pihaknya telah mengirim surat ke Dinas Lingkungan Hidup DKI tanggal 4Juli2018 untuk meminta penjelasan dan Klarifikasi tentang Proyek Pengadaan Penyekat Sampah HDPE TA 2017 melalui Pemilihan Penyedia E-Purchasing terpasang di 190titik kali/sungai.
Sebab, proyek itu terindikasi merugikan Keuangan Negara/Daerah. Meskipun surat itu ditindaklanjuti oleh Dinas Lingkungan via Plt. Kepala Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Ir. H. Andono Warih, M.Sc. (saat ini Kadis Lingkungan DKI) , namun tidak menjawab substansi masalah yang ditanyakan.
“Setelah kami kirim surat konfirmasi, memang ada klarifikasi dari Dinas Lingkungnan DKI tertanggal 15 Agustus 2018, tapi klarifikasi itu tidak menjawab substansi apa yang kami tanyakan. Lalu, kami juga bersurat ke Gubernur Anies dan hasilnya tidak ada respon positif yang kami dapatkan,” jelas Ivan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/12/2019).
Untuk itu, lanjut Ivan, JPM juga sudah menyampaikan surat informasi tentang adanya dugaan korupsi tersebut kepada pihak Jampidsus Kejagung Dr. M. Adi Toegarisman, SH. MH tertanggal 28 Februari 2019. “laporan kami ke Jampidsus itu berdasarkan UU. No. 31/1999 jo. UU. No. 20/2001 tentang pemberantasan Tipikor dan Perpres. No. 54/2010 jo. Perpres. No. 70/2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,” jelas Ivan.
Adapun dugaan korupsi dalam proyek dimaksud adalah :
1. Pelaksana pengadaan HDPE tersebu adalah PT. Global Mitra Teknik dengan alamat Jl. Kedoya Angsana Raya blok A2/31 Kedoya, Jakbar. Pemilik produk Kubus Apung Merk Magic Float HDPE Lupolen 5261Z , tetapi dilapangan produk alat penyekat sampahnya diduga merk Krisbow.
2. Jika alat penyekat sampah tersebut disebar ke 190 titik sungai/kali dengan biaya Rp. 55.604.304.000,- maka jika diambil rata-rata tanpa memperhitungkan panjang pendeknya alat penyekat sampah tersebut, berarti satu titik berbiaya Rp. 292.654.421 (belum dipotong pajak).
Karena itu, diduga adanya kemahalan harga yang berpotensi mark up sehingga merugikan negara.
“Maka berdasarkan info tersebut JPM meminta dan mendesak Pihak Kejagung baru dibawah kepemimpinan ST. Burhanuddin agar dilakukan penyelidikan dan penyidikan agar terurai dugaan Tipikornyanya. Terlebih dalam APBD DKI 2020 juga dianggarkan pengadaan saringan sampah otomatis senilai Rp197Miliar,” pungkasnya. (wan)