Sun. Jan 19th, 2025

DPD KNPI DKI Gelar Diskusi Soal Banjir

Porosberita.com, Jakarta – Untuk mengatasi banjir Jakarta, diperlukan solusi yang terintegrasi. Adapun banjir di Jakarta dapat dipicu oleh tiga hal yakni, meningkatnya debit air dari hulu, hujan lokal, serta rob yang terjadi di wilayah hilir.

Demikian rangkuman dari diskusi yang digelar  DPD Korps Alumni Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DKI Jakarta yang mengangkat tema “Banjir dan Manajemen Bencana”. Acara dilaksanakan di Gedung KNPI DKI Jakarta, Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (18/1/2020) malam.

Diskusi tersebut dibuka oleh Ketua DPD Korps Alumni KNPI DKI Jakarta, Mohamad Taufik. Sementara, bertindak sebagai narasumber dalam diskusi tersebut, Asisten Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Yusmada Faizal; Direktur Sungai dan Pantai, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Jarot Widyoko.

Kemudian, Anggota Komisi V DPR RI, Ahmad Riza Patria, Pengamat perkotaan Yayat Supriatna, Kepala Bappeda Kota Bogor Naufal Isnaeni serta perwakilan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan Tangerang Selatan.

Diskusi juga dihadiri oleh anggota DPRD periode 2014-2019, Bestari Barus; serta sejumlah aktivis seperti, Amir Hamzah, Rico Sinaga, Ivan Parapat, dan Mohammad Syaiful Jihad.

Mohamad Taufik mengatakan, diskusi ini memiliki arti penting untuk  solusi secara komprehensif dan terintegrasi terkait penanggulangan banjir di Jakarta.

“Kita perlu duduk bersama dan bersinergi. Pemerintah daerah di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Jakarta harus melakukan langkah bersama. Setelah ini kita juga akan undang pakar,” kata Taufik.

Taufik menyoroti, salah satu yang perlu segera dituntaskan adalah upaya menambah kapasitas di Kali Adem, termasuk dengan melakukan pengerukan sedimen lumpur. Sebab, Kali Adem menjadi hilir Kali Ciliwung setelah melalui Pintu Air Manggarai dan Kanal Banjir Barat.

“Kalau di hilir bagus, maka air juga akan cepat mengalir ke laut. Sebanyak 13 sungai di Jakarta ini kewenangannya ada di Kementerian PUPR,” ujar Taufik yang juga Wakil Ketua DPRD DKI.

Yayat Supriyatna menuturkan, banjir yang terjadi di Jakarta pada awal tahun memang faktor utamanya disebabkan oleh curah hujan ekstrem yang mencapai 377 milimeter/hari. Curah hujan tersebut sangat tinggi dan jarang terjadi, bahkan disebut intensitas hujan 1.000 tahunan.

“Saat ini memang saatnya seluruh pemangku kepentingan melakukan evaluasi. Kita persiapkan lagi dengan baik saluran mikro dan makro, memperbanyak lubang biopori dan sumur resapan,” ungkap Yayat.

Tidak kalah penting, sambung Yayat, perlu early warning system yang lebih baik lagi dibandingkan saat banjir terjadi awal Januari 2020.

“BMKG kan sudah bisa memprediksi, biasanya puncak musim hujan terjadi awal tahun hingga Maret. Saya usul itu dijadikan Bulan Gerakan Siaga Bencana agar semua lebih waspada,” ucap Yayat.

Sementara itu, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Yusmada Faizal menambahkan, pada 1 Januari 2020 tinggi muka air (TMA) di Pintu Air Manggarai pada pukul 00.00 WIB masih 625 sentimeter. Kemudian, hanya dalam waktu lima jam meningkat menjadi 925 sentimeter.

“Ini pertama terjadi sejak 30 tahun saya bertugas di Pemprov DKI,” tuturnya.

Meski demikian, menurut Yusmada, penanganan banjir yang dilakukan jauh lebih baik dari sebelumnya. Banjir juga tidak sampai menggenangi kawasan Bundaran HI dan Istana. melalui infrastruktur yang ada saat ini, penanganan manajemen bencana banjir jauh lebih baik, air cepat surut dan jumlah pengungsi tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya dengan indikator curah hujan ekstrem.

“Kami juga melakukan penanganan banjir dan rehabilitasi pasca banjir dengan komprehensif. Sekarang menjadi fokus kita untuk melakukan evaluasi dan perbaikan, salah satunya kita akan meremajakan pompa-pompa air,” tutup Yusmada. (wan)

About Author