Wed. Dec 11th, 2024

Jokowi Diminta Turun Tuntaskan Skandal Jiwasraya dan Asabri

Porosberita,com, Jakarta – Presiden Jokowi diminta turun menuntaskan penegakan hukum skandal Jiwasraya dan Asabri. Hal itu disampaikan Koordinator Forum Diskusi Kebangkitan Indonesia, Bandot DM terkai tulisan SBY di laman Facebooknya mengupas sejumlah aspek terkait skandal keuangan di kedua perusahaan Asuransi Plat Merah tersebut.

“Jokowi tidak bisa mengangap remeh sinyal halus yang dikirim SBY ini,” ujar Bandot dalam keterangannya, Rabu (29/1/2020).

Bandot menjelaskan, di antara sekian banyak uraian yang disampaikan SBY, paling menarik adalah point, apakah memang ada uang yang mengalir dan digunakan untuk dana politik (pemilu)?

Dalam tulisan SBY juga dikatakan, bahwa investigasi ini penting dilakukan untuk menjawab pertanyaan dan praduga kalangan masyarakat bahwa dalam kasus Jiwasraya ini dicurigai ada yang mengalir ke tim sukses Pemilu 2019 yang lalu. Baik yang mengalir ke partai politik tertentu maupun tim kandidat presiden.

Menurut Bandot, tulisan SBY ini sebenarnya langsung menyenggol pada kredibiltas dan legitimasi Presiden Jokowi.

Karena itu, Ia menganggap, skandal Jiwasraya dan Asabri ini akan memantik tafsir liar dari kalangan oposisi, dan juga pendukung yang masih meradang karena merasa tidak diperhatikan.

Bandot mengingatkan kasus ini tidak bisa dipandang sebelah mata, karena adanya potensi dampak sistemik dalam skandal ini.

Apalagi skandal ini terjadi secara bersamaan di dua Perusahaan Asuransi Plat Merah, bahkan diduga berpotensi terjadi di sejumlah perusahaan lainnya.

“Selain menyangkut potensi kerugian yang mencapai puluhan triliun, kasus ini juga menyangkut nasib puluhan ribu nasabah,” ujarnya.

Bandot mengakui, proses hukum terhadap kasus ini sudah berjalan, Kasus Jiwasraya ditangani oleh Kejaksaan Agung di tingkat penyidikan sementara Kasus Asabri mulai diselidiki oleh Mabes Polri.

Sedangkan ketua KPK sempat meminta BPK melakukan audit investigasi terhadap Asabri, meskipun belum dijelaskan apakah sudah melakukan penyelidikan atau belum.

“Kesan Penegak Hukum yang saling berebut dikhawatirkan justru akan menganggu proses penyidikan secara umum. Buktinya dalam sejumlah kasus yang ditangani secara berebutan seperti ini, cenderung menguntungkan pelaku,” ujar Bandot.

Oleh sebab itu, Bandot menyarankan Presiden Jokowo membentuk Tim Satuan Khusus Penegakkan Hukum penanganan Skandal Asuransi di Jiwasraya dan Asabri. Dengan begitu penanganan kasusnya bisa dilakukan secara sentralistis dan komprehensif.

“Hal ini dengan turut memperhatikan kemampuan dan kekurangan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum,” paparnya.

Menurit Bandot, Kejaksaan Agung memiliki keunggulan sumberdaya manusia di bidang kemampuan penyidikan korupsi dan kemampuan penuntutan (satu-satunya institusi penuntut).

Di samping itu, lanjutnya, pola pengkaderan penyidik korupsi melalui Tim Satsus Tipikor Jampidsus Kejaksaan Agung membuat SDM penyidik korupsi berlimpah.

Bagi Bandot, Jaksa Agung setidaknya akan menghadapi dua kendala dalam menangani kasus ini, pertama kendala konstitusional terkait hukum acara, dan kedua kendala integritas sumber daya manusia.

“Soal integritas ini, bukan orang lain yang menyinggung. Justru Jaksa Agung ST Burhanuddin yang sempat menyangsikan integritas jajarannya sehingga memutuskan membubarkan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4),” tutur Bandot.

Ia juga menilai hal serupa juga dialami oleh Polri. Namun baginya, Polri memiliki kelebihan di sektor struktur organisasi dan kuantitas SDM yang berlimpah.

“Ini akan sangat membantu jika penyidikan mengarah pada pemeriksaan nasabah dan tracking aset,” ungkap Bandot.

Bagaimana dengan KPK? Bandot menyebut KPK punya kelebihan dalam keluwesan Hukum Acara terutama dalam hal penyadapan dan pemeriksaan pejabat negara.

KPK tidak memerlukan izin presiden untuk memeriksa siapapun. Dibandingkan dengan Polri dan Kejaksaan yang masih memerlukan izin Pengadilan Negeri untuk penyadapan dan izin presiden untuk memeriksa pejabat publik.

Lebih dari itu semua, Bandor menilai, tak ada pilihan Jokowi harus mampu meyakinkan publik kalau penanganan terhadap kasus ini dilakukan secara profesional dan bonafide.

“Jokowi harus turun tangan memimpin langsung penegakkan hukum perkara ini, dengan membentuk tim khusus yang merupakan kolaborasi dari KPK, Kejaksaan Agung, Polri, dibantu oleh BPKP, PPATK, Kemenkeu, profesional, dan unsur masyarakat (perwakilan nasabah),” tuntas Bando. (wan)

About Author