Mon. Dec 9th, 2024

Polda Lampung Hentikan Kasus Tiktoker kritik Pemrpov Lampung

Porosberita.com, Jakarta – Polda Lampung akhirnya menghentikan penyelidikan laporan terhadap tiktoker Bima Yudho Saputro yang mengkritik Pemerintah Provinsi Lampung. Alasannya, polisi tidak menemukan unsur tindak pidana dalam unggahan tersebut.

“Iya benar dihentikan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Lampung, Zahwani Pandra Arsyad saat dihubungi, Selasa, 18 April 2023 dilansir dari TEMPO.co.

Penghentian kasus ini diketahui diambil dalam forum gelar perkara yang dilakukan Polda Lampung. Di tahap penyelidikan, Polda Lampung telah meminta keterangan dari pihak terkait dan juga sejumlah saksi. Hasil permintaan keterangan itu kemudian dibawa ke dalam forum gelar perkara dan dinyatakan tidak ditemukan unsur pidana dari perbuatan Bima.

Dikutip dari Antara, Dirreskrimsus Polda Lampung Komisaris Besar Donny Arief Praptomo di Lampung Selatan menjelaskan bahwa Polda Lampung telah melakukan klarifikasi terhadap enam saksi, di antaranya tiga saksi ahli dan tiga saksi masyarakat termasuk pelapor. Hasil klarifikasi itu menyimpulkan apakah laporan terhadap Bima dapat ditingkatkan ke penyidikan atau tidak.

“Berdasarkan alat bukti yang telah didapatkan, baik dari keterangan klarifikasi maupun saksi, serta melakukan gelar perkara, hasilnya kami menyimpulkan bahwa laporan atas nama terlapor Bima Yudho Saputro tidak memenuhi unsur pidana,” katanya.

Berdasarkan pendapat ahli, lanjut Donny, kata dajal yang diucapkan pemilik akun AWBIMAX REBORN itu merupakan kata benda dan tidak merujuk pada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tertentu.

“Tidak juga ditemukan kalimat-kalimat lain yang memiliki makna yang dapat menimbulkan rasa benci atau permusuhan berdasarkan SARA. Maka, kasus ini tidak memenuhi unsur Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 454 ayat (2) UUD RI tentang perubahan atas UUD RI nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” jelasnya.

Kasus ini bermula dari unggahan Bima di TikTok yang mengkritik Provinsi Lampung. Dia menilai Lampung sebagai provinsi yang kondisinya tidak berkembang. Dia juga menyebut Lampung sebagai provinsi dajjal dalam unggahannya tersebut.

Unggahan Bima ini kemudian viral. Seorang bernama Gindha Ansori lantas melaporkan Bima ke Polda Lampung beberapa waktu lalu. Gindha diketahui merupakan pengacara Gubernur Lampung. Pelapor menuding Bima melakukan ujaran kebencian yang mengarah ke suku, ras dan agama.

Pelaporan ini sontak mendapatkan kritikan dari berbagai pihak. Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM Dhahana Putra menyayangkan langkah Gubernur Pemerintah Provinsi Lampung, Arinal Djunaidi yang memilih jalur hukum dalam merespon sikap Bima. Menurut Dhahana konten yang disebarkan Bima Yudho Saputro terkait kondisi infrastruktur di Lampung masih dapat dikategorikan sebagai bentuk kritik.

“Kritik adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang tidak hanya merupakan bagian penting di dalam sebuah pemerintah yang demokratis, tetapi juga elemen kunci di dalam Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh konstitusi kita,” kata Dhahana.

Merujuk kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) kebebasan berpendapat dan berekspresi dibubuhkan di dalam Pasal 28E ayat (3). Ada pun bunyi ayat tersebut yaitu, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”

Lebih lanjut, Dhahana mengutarakan bahwa pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvenan hak sipil dan politik (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Di dalam ICCPR, negara pihak didorong untuk menjamin kebebasan berekspresi warga negaranya. (wan/TEMPO.co)

About Author