Eks Mendag Lutfi Diperiksa Kejagung Terkait Ekspor CPO
Porosberita.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI buka suara terkait alasan pemeriksaan eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan pemeriksaan dilakukan guna mendalami upaya mengatasi kelangkaan minyak goreng di dalam negeri.
“Lebih terkait dengan proses pengambilan keputusan oleh otoritas yang berwenang pada saat itu dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (9/8/2023).
“Dan upaya untuk mencukupi kebutuhan minyak goreng dan upaya mencukupi kebutuhan minyak goreng dalam negeri,” imbuhnya.
Kuntadi menambahkan pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari celah yang menjadi penyebab timbulnya kerugian keuangan dan perekonomian negara buntut kebijakan ekspor CPO.
Melalui pemeriksaan tersebut, Kuntadi berharap penyidik akan mendapatkan gambaran secara utuh terkait peristiwa hukum yang telah terjadi.
“Sebagaimana kita ketahui pemeriksaan kali ini merupakan pendalaman atas fakta hukum yang kita temukan di persidangan sebagaimana tertuang dalam putusan pengadilan,” tuturnya.
Diketahui, Kejagung sempat memeriksa eks Mendag M Lutfi terkait kasus ekspor CPO pada Rabu 22 Juni 2022. Saat itu Kejagung menyatakan belum menemukan indikasi penerimaan suap yang dilakukan Lutfi dalam kasus tersebut.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga perusahaan yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi, pada 16 Juni 2023.
Penetapan tersangka tiga korporasi tersebut adalah lanjutan proses hukum di kasus korupsi minyak goreng yang berlangsung sejak April 2022, dan telah menghasilkan lima terdakwa.
Dalam putusannya, majelis hakim menilai para pelaku telah merugikan keuangan negara hingga Rp6 triliun dan merugikan perekonomian negara senilai Rp12,3 triliun.
Dalam putusan perkara, majelis hakim PN Tipikor memandang perbuatan terpidana merupakan aksi korporasi, dan yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat para terpidana bekerja) sehingga korporasi harus bertanggung jawab.
Putusan PN Tipikor ini kemudian dikuatkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkrah terhadap terdakwa, sehingga Kejagung kemudian memproses hukum korporasi. (wan/CNNIndonesia.com)