Achsanul Qosasih dan Adi Togarisman Disebut Terima Aliran Dana Terkait Suap Dana Hibah KONI

Achsanul Qosasih
Porosberita.com, Jakarta – Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi dan mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Adi Toegarisman diduga menerima aliran uang terkait kasus dugaan suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Nama Achsanul Qosasi dan Adi Toegarisman disebut oleh Miftahul Ulum, mantan asisten pribadi eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi saat menjadi saksi untuk terdakwa Imam Nahrawi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (15/5/2020).
Dalam persidangan, Ulum mengungkap adalnya dugaan aliran uang ke Achsanul Qosasi sekitar Rp3 miliar, sementara untuk Adi Toegarisman Rp7 miliar.
Ulum mengaku uang itu untuk mengamankan kasus yang membelit Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemepora).
“Untuk BPK Rp3 miliar, Kejaksaan Agung Rp7 miliar, karena mereka bercerita permasalahan ini tidak ditanggapi Sesmenpora kemudian meminta tolong untuk disampaikan ke Pak Menteri,” jelas Ulum.
Hakim Rosmina pun meminta Ulum untuk mengungkapkan identitas pihak BPK dan Kejagung yang diduga menerima uang miliran rupiah tersebut.
“BPK untuk inisial AQ yang terima 3 miliar itu, Achsanul Qosasi, kalau Kejaksaan Agung ke Andi (Adi) Teogarisman, setelah itu KONI tidak lagi dipanggil oleh Kejagung,” terang Ulum.
Pihak KONI dan Kemenpora akhirnya sepakat untuk memenuhi permintaan uang dari BPK dan Kejaksaan Agung agar kasusnya bisa diatasi. Ulum pun terpaksa meminjam Rp10 miliar untuk memenuhi permintaan uang tersebut.
“Yang menyelesaikan dari Kemenpora itu salah satu Asdep Internasional di Kejaksaan Agung yang biasa berhubungan dengan orang kejaksaan itu, lalu ada juga Yusuf atau Yunus, kalau yang ke Kejaksaan Agung juga ada Ferry Kono yang sekarang jadi Sekretaris KOI (Komite Olimpiade Indonesia),” beber Ulum.
Ulum mengakui menerima uang dari mantan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy. Meski dalam persidangan sebelumnya, Ulum membantah menerima uang yang kemudian diberikan untuk Imam Nahrawi.
“Waktu itu kejadiannya Pak Jhony memang memberikan saya ATM, lalu saya akui di persidangan ini, saya berniat untuk berkata jujur,” katanya.
Dalam dakwaan, Johnny E Awuy disebut mengirimkan Rp10 miliar. Dari jumlah itu, Rp9 miliar diserahkan kepada Imam melalui Miftahul Ulum dalam tiga kali pemberian, masing-masing Rp3 miliar.
Tujuannya agar Kemenpora mencairkan proposal pengawasan dan pendampingan sejumlah Rp51,592 miliar, sehingga cair Rp30 miliar.
Sebelumnya, Sesmenpora Gatot S Dewa Broto mengetahui adanya sejumlah temuan dari anggota BPK Achsanul Qosasi yang memaparkan audit internal pada Agustus 2019.
Saat itu, BPK menemukan sejumlah anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Kemenpora, KONI maupun cabang olahraga lainnya terkait dana Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).
Untuk anggaran Satlak Prima, BPK menemukan tidak sesuai peruntukan, misalnya akomodasi yang nilainya beda dengan jumlah dicairkan, lalu penggunaan nutrisi dan seterusnya, semuanya tidak dapat dipertanggungjawabkan. (wan)