Fri. Jul 11th, 2025

KPK Sebut Penggunaan Anggaran Dalam Penanganan Pandemi Covid-19 Rawan Korupsi

Porosberita.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamati empat titik rawan kasus korupsi dalam penanganan virus corona (Covid-19) oleh pejabat pemerintah.

Ketua KPK Firli Bahuri mengingatkan kembali soal hal-hal yang selalu menjadi perhatian lembaganya terkait penggunaan anggaran, yakni suap menyuap.

Hal itu  dikatakan Firli dalam Rapat Kerja antara Tim Pengawasan DPR RI dengan Kapolri, KPK, dan BPKP yang berlangsung secara daring pada Rabu (20/5/2020).

Adapun  titik rawan korupsi dalam penggunaan anggaran terkait Covid-19,  pertama terletak pada sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah.

“Titik ini rawan terhadap potensi tindakan mark-up atau penggelembungan dana dalam pengadaan barang dan jasa,” katanya.

Untuk itu, pihaknya sudah berkoordinasi dengan LKPP dan BPKP untuk mengawasi jalannya pengadaan barang dan jasa.

Selain itu, KPK juga sudah mengedarkan surat Nomor 8 tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa agar tak boleh ada mark up dan korupsi.

Titik rawan korupsi kedua terletak pada sumbangan dari pihak ketiga. Karena itu, KPK terus mengikuti perkembangan berbagai sumbangan dari masyarakat yang diserahkan ke pemerintah.

Hal itu bertujuan agar tak terjadi penyalahgunaan dana sumbangan ke pihak yang justru tak memiliki sangkut pautnya dengan penanganan Covid-19.

“Bagaimana mekanisme menerima, mekanisme penyaluran, semua harus dibukukan dengan tertib dan dipertanggungjawabkan,” jelasnya..

Titik rawan kedua, pada penggunaan realokasi dan refocusing anggaran untuk Covid-19 di APBN maupun di APBD. Makanya, KPK akan terus memberikan perhatian dan pengawasan khusus terhadap kebijakan tersebut.

Terakhir, titik rawan pada penyelenggaraan bantuan sosial yang dikucurkan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Untuk itu, KPK telah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk mengawasi pelaksanaan Bansos tersebut.

“Kalau ada rakyat miskin tapi tidak masuk dalam data, maka perlu diberikan bantuan sosial. Total data ada 8,3 juta Kepala Keluarga. Program ini sudah jalan 50 persen berdasarkan laporan dari Mensos,” pungkasnya. (wan)

About Author