China Abaikan Pilpres AS
Porosberita.com, Jakarta – China tak banyak komentar mengenai Pilpres AS 2020. Pemerintah dan rakyat China menilai hasil pemilu tak akan banyak berdampak pada negara mereka.
Analisis China mengatakan tak ada harapan besar yang dipercayakan kepada pasangan Donald Trump-Mike Pence maupun Joe Biden-Kamala Harris dari Negeri Tirai Bambu, termasuk soal hubungan bilateral.
Ini terbukti dari perspektif publik yang tak banyak menyoroti pemilu AS. Pilpres AS tak terpantau sebagai topik yang dibahas di platform Sina Weibo, media sosial mirip Twitter di sana.
Topik seperti festival belanja, hibrida generasi ketiga memecahkan rekor dunia, sampai layanan telekomunikasi 5G jauh lebih unggul di platform tersebut per Senin (2/11/2020).
“Bagi kebanyakan orang China, pemilihan presiden AS hanyalah pertunjukan. Mereka dihibur oleh penampilan kedua kandidat, terutama Trump,” kata Li Xiang, pengamat pemilu AS yang berbasis di Beijing, kepada media China Global Times, dikutip Selasa (3/11/2020).
Masyarakat China lebih banyak membahas momen-momen pemilu sebagai lelucon. Contohnya dengan membagikan video Trump sedang menari di depan pendukung, maupun komentar antara kedua pasangan calon di platform sosial Doujin, WeChat, dan Weibo.
Sebuah video Trump menari di acara kampanye yang dibagikan oleh akun Douying Global Times disukai satu juta orang. Kemudian video Trump mengatakan dirinya ingin mencium semua orang setelah pulih dari Covid-19 disukai 320 ribu orang.
Media arus utama juga tak banyak meliput Pilpres AS tahun ini jika dibandingkan dengan persaingan Trump dengan Hillary Clinton lima tahun lalu.
Analisis China berpendapat dalam beberapa tahun terakhir China mulai memupuk kemandirian yang kuat, terlebih semenjak perang dagang dengan AS. Dari situ, mereka menyadari politik internal AS tak banyak berdampak pada perekonomian di China.
“Alasan lain mengapa media dan komentator China enggan melaporkan terlalu banyak tentang pemilu adalah karena kami tidak ingin digunakan oleh kekuatan politik AS sebagai contoh campur tangan China dalam pemilu AS,” kata peneliti di Akademi Ilmu Sosial China di Beijing, Lu Xiang.
Pengamat di China mengungkap negara tersebut kerap mendapat tudingan ikut campur ketika media membuat ulasan terkait pemilihan tersebut. Akibatnya media berupaya menghindari peliputan semacam itu.
Namun begitu, para ahli China mengingatkan ada potensi krisis konstitusional yang bisa terjadi pasca pemilu AS. Mereka mengatakan krisis ini bisa berdampak pada hubungan AS-China yang terhitung kurang harmonis.
Dalam kepemimpinan Trump, AS-China terlibat dalam perang dagang sejak 2019 lalu. Hubungan keduanya pun kian memburuk seiring munculnya pandemi Covid-19, dimana China dan AS kerap saling tuding akan wabah yang belum juga terkendali di sebagian belahan dunia.
Para ahli mengatakan hubungan kedua negara bisa semakin terancam ketika AS berupaya menggunakan masalah eksternal untuk mengalihkan perhatian dari konflik domestik yang tak terkendali.
Dekan fakultas hubungan internasional Renmin University di China, Jin Canrong mencontohkan krisis internal bisa terjadi ketika hasil pilpres dibawa ke meja persidangan di Mahkamah Agung.
“Kemenangan telak akan baik-baik saja. Tapi jika satu pihak menolak untuk menerima hasil dan mengklaim itu tidak adil atau diganggu oleh pihak asing dan pada akhirnya mengangkat masalah ini ke Mahkamah Agung, maka AS kemungkinan besar akan mengalami krisis konstitusional,” katanya.
Dalam situasi ini, lanjutnya, China harus berhati-hati dan memperhatikan hubungan bilateral antara keduanya. Jika tidak, China bisa jadi target pengalihan isu di tengah krisis domestik.
Direktur Institute for China-Us People-to-People Exchange di Peking University, Ja Qingguo mengatakan perang dingin China-AS diprediksi akan berlanjut jika Trump memenangkan pemilu.
Jika Biden menang, ia dinilai akan meningkatkan dialog dengan China untuk menyelesaikan beberapa masalah, termasuk perkara perubahan iklim dan non-proliferasi nuklir. (CNN Indonesia)