IPW Nilai Bursa Kapolri Dibalik Pencopotan Kapolda Metro Jaya
Porosberita.com, Jakarta – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai pencopotan Kapolda Metro Jaya akibat persaingan bursa calon Kapolri.
Soal penegakan protokol kesehatan saat resepso pernikahan puteri Habib Rizieq Shihab (HRS) dijadikan alasan mencopot Irjen Pol Nana Sudjana dari jabatannya sebagai Kapolda Metro Jaya.
“Pencopotan Kapolda Metro bagian dari manuver persaingan dalam bursa calon Kapolri di mana Kapolda Metro sebagai salah satu calon kuat dari Geng Solo. Sehingga kecerobohan itu dimanfaatkan sebagai manuver dalam persaingan bursa calon Kapolri,” beber Neta dalam keterangannya, Selasa (17/11/2020).
Sementara dalam kasus pencopotan Kapolda Jabar, karena dianggap membiarkan kerumunan massa dalam acara HRS di Jawa Barat.
Menurut Neta, sebenarnya Polri sudah bersikap mendua dalam menjaga protokol kesehatan. Kapolri telah mengeluarkan ketentuan agar jajaran polri bersikap tegas dalam menindak kegiatan masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan.
Namun, polisi hanya membubarkan kegiatan di sejumlah daerah, seperti pesta perkawinan dan lain-lain. Tapi dalam kegiatan yang dilakukan sejumlah tokoh atau dihadiri sejumlah tokoh yang berpengaruh, polisi seakan tidak berani membubarkannya. Seperti dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan HRS sepulang ke Indonesia, polisi tak berdaya membubarkannya
“Misalnya dalam Munas PBSI yang dipimpin Wantimpres Wiranto di Tangerang, acaranya tetap berlangsung tanpa dibubarkan polisi,” jelas Neta.
Makanya, muncul opini di masyarakat bahwa bahwa polisi hanya berani pada masyarakat yang tidak punya pengaruh dan takut pada figur-figur yang berpengaruh. Apalagi dalam kasus HRS, di mana massa dan pendukungnya cukup banyak, Polda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat sepertinya tidak mau ambil risiko dan membiarkannya.
Padahal apa yang dilakukan polisi itu bisa dinilai masyarakat sebagai tindakan, tajam ke atas tumpul ke bawah. Kata Neta, sikap polisi yang mendua itu tidak hanya mengganggu rasa keadilan publik tapi juga membiarkan klaster pandemi Covid 19 berkembang luas.
“Seharusnya Polri satu sikap, yakni bersikap tegas pada semua pelanggar protokol kesehatan agar penyebaran pandemi Covid 19 bisa segera dikendalikan,” ucapnya.
Tindakan tegas kepada Kapolda Metro dan Kapolda Jabar ini diharapkan menjadi peringatan bagi Kapolda lain. Mereka harus bisa bersikap tegas untuk menindak dan membubarkan aksi kerumunan massa di massa pandemi Covid 19 ini. Jika mereka tidak berani bersikap tegas, Kapolda harus siap terima konsekuensi.
Menyinggung sosok Fadil yang kini menjadi Kapolda Metro Jaya, menurut Neta cukup baik. Selain pernah bertugas di Jakarta, saat menjadi Kapolda Jawa Timur cukup tegas melarang dan membubarkan aksi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). “IPW berharap Fadil juga bisa bersikap tegas pada kerumunan-kerumunan yang dilakukan HRS yang melanggar ketentuan protokol kesehatan,” pungkasnya. (wan)