Sat. Jan 4th, 2025

Sidang Praperadilan Kasus Lahan Cengkareng Kembali Ditunda

Boyamin Saiman

Porosberita.com, Jakarta – Sidang gugatan praperadilan terkait penyidikan kasus pembelian lahan di Cengkareng oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pada era Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ditunda.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kembali menunda sidang karena salah satu termohon tidak hadir di persidangan dengan agenda pembacaan permohonan.

MAKI menggugat praperadilan penyidikan kasus pembelian lahan tanah ke PN Jaksel pada 13 Oktober 2020.

“Karena Bareksrikm belum hadir, ditunda sidangnya, jadi permohonan belum dibacakan,” kata Koordinator MAKI, Bonyamin Saiman di Jakarta pada Senin (17/11/2020).

Bareskrim Polri menjadi salah satu dari empat termohon yang digugat oleh MAKI. Selain Bareskrim, Polda Metro Jaya juga digugat sebagai termohon II, Kejaksaan Tinggi DKI sebagai termohon III, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai termohon IV.

Gugatan praperadilan yang diajukan MAKI tercatat dengan nomor perkara 128/Pid.Pra/2020/Pn.Jaksel. Objek gugatan ini adalah terkait penanganan kasus dugaan korupsi terkait pembelihan lahan di Cengkareng yang dilakukan Pemprov DKI.

Sidang perdana pembacaan permohonan diagendakan pada Selasa (3/11/2020) lalu, namun salah satu termohon yakni Bareskrim Polri tidak hadir jadi sidang ditunda hingga Senin (16/11/2020). Namun, pihak Bareskrim lagi-lagi mangkir.  “Sudah dua kali ditunda, sidang selanjutnya diagendakan 30 November,” ujar Boyamin.

Boyamin menjelaskan, jika pada sidang ketiga kalinya para termohon tidak hadir,  pengadilan memutuskan sidang tetap dilaksanakan walau tanpa kehadiran termohon.

Menurutnya, MAKI mengajukan gugatan praperadilan terkait mangkraknya kasus penyidikan perkara pembelian lahan di Cengkareng, Jakarta Barat untuk rumah susun (rusun) oleh Pemprov DKI yang ditangani oleh institusi Polri.

Sebelumnya, kasus tersebut telah bergulir sejak 2015, pembelian lahan seluas 46 hektare dengan dana sebesar Rp 668 miliar lebih terjadi pada masa Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Lahan dibeli oleh Dinas Perumahan dan gedung Perkantoran Provinsi DKI Jakarta dengan dana bersumber dari APBD DKI diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi. “Ternyata tanah yang dibelanjakan sudah miliknya Pemprov DKI, sudah jadi aset. jadi sama dengan membeli barangnya sendiri,” terang Boyamin.

Dugaan korupsi itu diperkuat dengan hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI kepada orang yang mengaku pemilih lahan bersertifikat adalah salah.

Selain itu, PN Jakarta Barat memutuskan pelapor yang mengaku memiliki sertifikat atas lahan yang dibeli tidak berhak menerima pembayaran karena tanah tersebut sudah menjadi milik negara. “Diduga sertifikat yang dimilikinya asli tapi palsu,” Boyamin menjelaskan.

Berdasarkan temuan tersebut, Bareskrim Polri menelusuri perkara tersebut, kemudian penyidikan telah dilakukan dan beberapa pihak telah diperiksa termasuk Ahok dan Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat pada 2015.

Boyamin mengungkapkan, pada 2018, perkara tersebut dilimpahkan oleh Bareskrim ke Polda Metro Jaya, tapi hingga kini tidak ada perkembangan sama sekali. “Nah di Polda Metro jaya tidak ada pergerakan apa-apa, padahal di Bareskrim sudah ada SPDP surat pemeritahauan kepada Kejaksaan Agung. Atas makraknya perkara inilah makanya MAKI menggugat,” jelas Boyamin.

Boyamin menandaskan, selain dugaan korupsi, MAKI juga menduga adanya makelar yang bermain dalam pembelian lahan di Cengkareng tersebut, berdasarkan keterangan pemilih yang mengaku memiliki sertifikat tanah, yang melaporkan pembayaran yang diterimanya masih kurang, karena baru mendapat Rp 200 miliar. (wan)

About Author