Fri. Oct 25th, 2024

Impor Lesu, Rupiah Terpuruk

Porosberita.com, Jakarta – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di saat impor Indonesia mengindikasikan pelemahan meskipun neraca dagang masih mengalami surplus. Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka 15.715/US$ atau melemah 0,22% terhadap dolar AS. Posisi ini memutus tren penguatan rupiah yang menguat selama tiga hari beruntun sejak 11 Oktober 2023. Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Senin (16/10/2023) pukul 14.51 WIB, berada di posisi 106,51 atau turun 0,13% jika dibandingkan penutupan perdagangan Jumat (13/10/2023) yang ditutup di angka 106,65. Pergerakan Rupiah vs Dolar AS Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data neraca dagang beserta data ekspor dan impornya. Neraca perdagangan bulan September 2023 kembali mencatatkan surplus sebesar US$3,42 miliar. Dengan surplus ini, Indonesia telah mengalami surplus perdagangan selama 41 bulan berturut-turut. Surplus ini lebih tinggi 0,30% (month to month/mtm) dari surplus bulan Agustus US$3,12 miliar, tetapi lebih rendah 1,54% (year on year/yoy) dari surplus September 2022. Adapun surplus disebabkan oleh impor yang turun 12,45% secara tahunan (yoy) dan 8,15% secara bulanan (mtm). Sementara itu, ekspor Indonesia pada September 2023 mencapai US$20,76 miliar, turun 16,17% secara tahunan (yoy) dan sebesar 5,63% (mtm). “Neraca perdagangan Indonesia September 2023 mengalami surplus US$3,42 miliar terutama berasal dari sektor nonmigas US$5,34 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,92 miliar,” kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, dalam rilis BPS, Senin (16/10/2023). Kendati neraca dagang masih surplus bahkan lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, namun impor masih cukup rendah yang berarti masyarakat masih cenderung memilih untuk mengurangi belanja/konsumsinya sehingga berpotensi membuat perekonomian Indonesia sulit bertumbuh. Selain itu, capital outflow dari pasar keuangan Indonesia masih terus terjadi mengingat spread antara US Treasury tenor 10 tahun dengan SBN tenor 10 tahun sudah semakin sempit yakni sebesar 212 basis poin. Kendati neraca dagang masih surplus bahkan lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, namun impor masih cukup rendah yang berarti masyarakat masih cenderung memilih untuk mengurangi belanja/konsumsinya sehingga berpotensi membuat perekonomian Indonesia sulit bertumbuh. Selain itu, capital outflow dari pasar keuangan Indonesia masih terus terjadi mengingat spread antara US Treasury tenor 10 tahun dengan SBN tenor 10 tahun sudah semakin sempit yakni sebesar 212 basis poin. Data transaksi 9 – 12 Oktober 2023 yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI), nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp4,32 triliun, terdiri dari jual neto Rp4,62 triliun di pasar SBN, jual neto Rp0,10 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp0,40 triliun di SRBI. Alhasil tekanan terhadap mata uang Garuda semakin tidak terbendung. Pelemahan rupiah semakin kental mengingat suku bunga BI tampaknya akan kembali ditahan pada Kamis (19/10/2023) yakni di posisi 5,75%. (nto/CNBCIndonesia.com)

About Author