Fri. Oct 25th, 2024

Hakim Agung Divonis Bebas di MA Terkait Kasus Suap

Gazalba Saleh

Porosberita.com, Jakarta – Proses hukum hakim agung nonaktif Gazalba Saleh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki babak baru setelah kasus dugaan suap perkaraya dinyatakan tak terbukti lewat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Mahkamah Agung (MA) baru saja mengukuhkan putusan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan Gazalba tidak terbukti menerima suap terkait pengurusan perkara. Pada Kamis (19/10/2023), majelis hakim tingkat kasasi yang terdiri dari ketua Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Yohanes Priyana menolak kasasi penuntut umum KPK dan menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Gazalba tetap bebas. Perkara ini mengantongi nomor: 5241 K/Pid.Sus/2023. Gazalba kali pertama diumumkan KPK sebagai tersangka pada Kamis (8/12/2022). Saat itu, Gazalba langsung ditahan KPK. Selain Gazalba, ada hakim yustisial Prasetio Nugroho dan Redhy Novarisza selaku staf Gazalba yang lebih dulu ditahan KPK. Kasus pengembangan perkara dugaan suap Kasus tersebut merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap yang menjerat hakim agung nonaktif Sudrajad Dimyati dan sembilan orang lainnya. Gazalba dituding menerima suap terkait pengondisian putusan perkara pidana Budiman Gandi Suparman selaku Pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. Di tingkat kasasi, Gazalba masuk ke dalam tim majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut. Mereka menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap Budiman Gandi Suparman. Vonis itu mengoreksi putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang menyatakan Budiman bebas. KPK menduga ada suap yang diberikan untuk mengkondisikan perkara dimaksud. Praperadilan gagal hingga dibebaskan Pengadilan Tipikor Bandung Setelah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK, Gazalba mengajukan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Ia menggugat KPK atas proses hukum tersebut. Gazalba menggandeng kantor hukum Yusril Ihza Mahendra dalam proses Praperadilan dimaksud. Namun, usaha dia kandas. Pada Selasa (10/01/2023), Hakim tunggal PN Jakarta Selatan Hariyadi menyatakan tidak menerima Praperadilan Gazalba. Penyidikan pun terus dilakukan KPK. Berbulan-bulan kemudian, Gazalba mulai diadili di PN Tipikor Bandung pada Rabu (3/5/2023). Ia didakwa secara bersama-sama dengan pegawai MA yaitu Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Redhy Novarisza dan Prasetio Nugroho menerima suap sebesar Sin$110.000 terkait pengurusan perkara di MA. Dari jumlah itu, Gazalba disebut menerima Sin$20 ribu. Tim jaksa KPK menghadirkan sejumlah saksi hingga barang bukti dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung tersebut. Dalam surat tuntutannya, KPK ingin Gazalba dihukum dengan pidana 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Berdasarkan fakta yuridis, menurut jaksa KPK, tampak jelas niat/kehendak Gazalba bersama-sama dengan Nurmanto Akmal, Desy Yustria, Redhy Novarisza dan Prasetio Nugroho selaku pegawai MA menerima uang dari Heryanto Tanaka, Theodorus Yosep Papera dan Eko Suparno sejumlah Sin$110.000. Uang itu terkait dengan pengurusan perkara pidana nomor: 326 K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman. Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung pada awal Agustus 2023 menjatuhkan vonis bebas terhadap Gazalba. Menurut hakim, alat bukti untuk menjerat Gazalba tidak kuat. KPK ajukan kasasi vonis bebas Gazalba Atas vonis bebas dari Pengadilan Tipikor Bandung itu, KPK tidak tinggal diam. Pada Rabu (9/8/2023), KPK melayangkan kasasi ke MA. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri membeberkan sejumlah argumentasi tim jaksa dalam memori kasasi sebagaimana fakta hukum yang digali dan terungkap selama proses persidangan. Di antaranya Gazalba dikenal dengan sebutan ‘Bos Dalem’ yang diketahui sejumlah saksi sebagai salah satu hakim yang memutus perkara kasasi dari Budiman Gandi Suparman selaku Pengurus KSP Intidana. Kemudian, tutur Ali, ada perintah untuk menghapus komunikasi percakapan WhatsApp pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. “Terdapat isi percakapan WhatsApp antara Redhy Novarisza dan Prasetio Nugroho yang mempertegas terdakwa sebagai sosok ‘Bos Dalem’ di mana menyebutkan pemberian uang dengan kalimat ‘buat tambah jajan di Mekah’ yang bertepatan dengan terdakwa yang akan menjalani ibadah umrah dan hal ini bersesuaian dengan pengakuan terdakwa yang memang menjalani ibadah umrah pasca adanya pemberian uang pengurusan perkara,” ucap Ali kala itu menjelaskan proses kasasi KPK. “Pemberangkatan ibadah umrah terdakwa juga dikuatkan dengan data perlintasan dari Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI,” sambungnya. Tim jaksa, terang Ali, juga secara terang benderang membuka dan memperlihatkan isi percakapan WhatsApp antara Redhy Novarisza dan Prasetio Nugroho tentang persiapan hingga penyerahan uang untuk Gazalba. Ali menilai Gazalba maupun Prasetio Nugroho yang telah menghapus obrolan atau chat-chat via WhatsApp seharusnya memahami larangan untuk menghilangkan barang bukti. “Sebagai bentuk nyata kekhawatiran, terdakwa pasca-OTT KPK kemudian mengganti nomor handphone-nya dari yang lama dengan nomor handphone yang baru,” ungkap Ali. “Tim jaksa juga menyakini jejak digital tidak akan pernah bisa bohong, dan atas hal tersebutlah mengapa terdakwa meminta Prasetio Nugroho untuk segera menghapus semua chat-chat antara terdakwa dengan Prasetio Nugroho,” imbuhnya. Ali menambahkan tim jaksa juga memedomani asas The Binding Force of Precedent (Asas Preseden) yang memiliki makna yang mengharuskan hakim untuk mengikuti putusan hakim lain dalam perkara yang sejenis atau dalam kasus yang sama atau istilah lain asas Similia Similibus (dalam perkara yang sama harus diputus dengan hal yang sama pula). Namun, MA pada Kamis (19/10/2023) menolak kasasi KPK. KPK menghormati tetapi juga menyayangkan vonis tersebut. Ali menyatakan pihaknya akan mempelajari lebih lanjut begitu mendapat salinan lengkap putusan. Secara paralel, Ali menjelaskan tim penyidik saat ini tengah fokus menyelesaikan pemberkasan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang yang menjerat Gazalba. (wan/CNNIndonesia.com)

About Author