Thu. Oct 24th, 2024

Daftar Pengusaha Sampai Jurnalis di China Yang Hilang Setelah Kritik Pemerintah

Porosberita.com, Jakarta -Menghilangnya miliarder asal China, Jack Ma, sontak mengejutkan publik baru-baru ini. Pasalnya, pendiri e-commerce Alibaba itu memang sudah sejak lama terkenal tidak akur dengan pemerintahan Presiden Xi Jinping.

Menghilangnya Jack Ma disebut sebagai puncak dari ketegangan tersebut. Selain Jack Ma, sejumlah pesohor lainnya mulai dari dokter, konglomerat, bahkan warga sendiri juga tercatat tak luput dari cengkeraman pembungkaman pemerintah China.

Dokter Ai Fen

Ketika pandemi mulai menyebar di awal 2020, seorang Kepala Departemen di RS Pusat Wuhan Ai Fen menyebut situasi penanganan Covid-19 di sana lebih mengerikan dibandingkan wabah lainnya.

Kengerian itu diperparah dengan pembatasan informasi oleh pemerintah dan penyebaran informasi yang keliru.

Kepala Penyakit Menular di Pusat Pengendalian Penyakit di Wuhan, Wang Wenyong, bahkan sempat meminta RS untuk memalsukan informasi pasien corona. Mereka memerintahkan agar diagnosis dalam laporan diganti dengan jenis penyakit lain.

Selain itu, pekerja di RS dilarang membicarakan virus corona, atau mengirim pesan teks, foto, atau apa pun yang mungkin meninggalkan jejak.

Pada Desember 2019, Ai Fen membagikan informasi terkait penularan wabah tersebut melalui aplikasi pesan WeChat.

Informasi itu berisikan hasil laboratorium yang menunjukkan bahwa RS tengah menangani pasien positif covid-19 yang tidak memiliki riwayat bepergian ke pasar ikan, yang saat itu disinyalir sebagai pusat penularan awal pandemi.

Informasi itu kemudian disebarkan oleh dokter-dokter lain untuk memperingatkan teman-teman dan kolega mereka agar dapat mengambil tindakan.

Pesan ini pun semakin menyebar secara online, mendorong permintaan masyarakat terhadap informasi yang lebih lengkap.

Namun, beberapa dari mereka justru dipanggil oleh pihak berwenang Wuhan untuk menandatangani surat peringatan berisi tuduhan bahwa dirinya telah “menyebarkan desas-desus online” dan “mengganggu ketertiban sosial”.

Dokter Li Wenliang

Mendiang dokter Li Wenliang adalah salah satu dari sekelompok dokter di Wuhan yang turut menyebarkan informasi di media sosial mengenai awal kemunculan wabah dan dibungkam oleh pemerintah China.

Pada Desember 2019, Li dilaporkan menangani sejumlah pasien yang memiliki gejala mirip dengan penyakit Sindrom Pernapasan Akut (SARS). Mereka sama-sama berasal dari pasar hewan di pusat kota Wuhan.

Dia pun mengabarkan dan memperingatkan situasi itu kepada sesama rekan sejawatnya melalui aplikasi percakapan. Li resah jika wabah ini tidak ditanggulangi dengan tepat, maka bisa menyebar dengan cepat dan mematikan.

Kala itu, virus tersebut belum teridentifikasi. Tak disangka ternyata informasi yang dia berikan malah ditanggapi berbeda. Polisi menjemput Li untuk diinterogasi.

“Kami meminta kamu tenang saja. Kami memperingatkan jika kamu keras kepala dan tetap mempertahankan pandangan itu dan tidak menyesal, maka kami akan menghukummu,” kata polisi saat itu.

Setelah jumlah pasien semakin banyak, Li lantas harus siaga menerima derasnya penduduk yang jatuh sakit. Dia juga memeriksakan diri dan ternyata hasilnya positif tertular virus tersebut.

Karena kejadian ini, para penduduk banyak mengkritik kebijakan Partai Komunis China dalam hal penyebaran informasi terkait virus corona melalui media sosial.

Setelah menerima perawatan di rumah sakit, Li tutup usia pada 7 Februari 2020. Karena terjangkit virus corona.

Zhang Zhan, jurnalis warga

Pada Desember 2020, seorang citizen journalist China bernama Zhang Zhan dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena melaporkan secara langsung penyebaran virus corona dari Wuhan.

Zhang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Rakyat Shanghai Pudong New District, China pada Senin (28/12/2020) pagi karena dituduh “berselisih dan memprovokasi masalah”.

Dilansir South China Morning Post, hukuman yang dijatuhkan padanya kerap digunakan oleh polisi setempat untuk membungkam perbedaan pendapat.

Zhang mengkritik tanggapan awal pemerintah saat Covid-19 muncul pertama kali di Wuhan dan hal itu ia tuangkan dalam esai yang ditulis pada Februari. Zhang menyatakan pemerintah “tidak memberikan informasi yang cukup kepada orang-orang, kemudian hanya memberlakukan lockdown kota”.

“Ini adalah pelanggaran besar hak asasi manusia,” tulisnya.

Zhang adalah orang pertama yang menghadapi persidangan dari empat citizen journalist lain yang ditahan oleh pihak berwenang setempat pada awal 2020. Mereka ditahan karena melaporkan wabah serupa SARS itu dari Wuhan.

Ketiga orang yang bernasib sama dengan Zhang yakni Chen Qiushi, Fang Bin, dan Li Zehua.

Jimmy Lai, pebisnis media

Taipan pemilik media sekaligus tokoh pro-demokrasi Hong Kong asal China, Jimmy Lai ditangkap pada 10 Agustus 2020 dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional baru yang diberlakukan China di Hong Kong pada 30 Juni 2020.

Sebelum UU Keamanan Nasional disahkan, media pemerintah China sering menuduhnya berkolusi dengan pihak asing, terutama setelah dia bertemu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo dan Wakil Presiden AS Mike Pence pada 2019.

Selama wawancara dengan AFP, Lai menggambarkan UU Keamanan sebagai “lonceng kematian untuk Hong Kong”.

“Ini akan menggantikan atau menghancurkan supremasi hukum kami dan menghancurkan status keuangan internasional kami,” ujarnya.

Ren Zhiqiang, taipan pengkritik pemerintah

Pada April 2020, seorang taipan China lainnya, Ren Zhiqiang, menghadapi penyelidikan polisi setelah ia mengkritik cara Presiden Xi dalam menangani pandemi Covid-19. Ren menghadapi tuduhan melakukan “pelanggaran serius” terhadap disiplin dan hukum.

Mengutip AFP, pria 69 tahun itu sempat menghilang dari mata publik pada Maret lalu setelah membuat tulisan yang mengkritik respons Xi menangani wabah virus corona di China.

Ren tidak secara gamblang menyebut nama Xi dalam tulisannya. Ia justru menyebut pemimpin tertinggi sebagai ‘badut’ yang haus kekuasaan.

“Saya tidak melihat seorang kaisar berdiri memamerkan ‘pakaian barunya’, tetapi seorang badut yang menanggalkan pakaiannya dan berkeras terus menjadi seorang kaisar,” tulis Ren dalam tulisannya.

Dalam artikel tersebut, ia juga mengecam tindak keras partai terhadap kebebasan pers dan intoleransi perbedaan pendapat.

“Tanpa media yang mewakili kepentingan rakyat dengan mempublikasikan fakta-dakta aktual, nyawa rakyat terancam oleh virus dan penyakit utama lainnya,” tulis Ren yang mengkritik pembatasan pemerintah terhadap kebebasan pers.

Kemudian pada akhir September, Ren divonis hukuman penjara selama 18 tahun atas kritik tersebut. Tapi dia menghadapi vonis pengadilan pada 22 Agustus atas tuduhan korupsi dan penggelapan dana publik.

Pengusaha properti yang telah pensiun dalam beberapa tahun terakhir itu secara aktif menjadi kritikus terhadap sikap pemerintah China dalam merespons berbagai isu.

Pada 2016 lalu, Ren juga bermasalah dengan pengawas disiplin partai karena membuat petisi daring terkait aturan agar media China harus tetap setia pada partai. Akibat aksinya, Ren menjalani masa percobaan penahanan selama satu tahun dan akun Weibo miliknya ditutup oleh pemerintah.

Xiao Jianhua, pebisnis

Pendiri Tomorrow Group yang berbasis di Beijing, Xiao Jianhua diculik pada Januari 2017 lalu saat menginap di hotel Four Seasons, Hong Kong. Dia menghilang di tahanan China, sementara Beijing menyita sebagian aset dari perusahaannya.

Sejumlah media melaporkan Xiao dibawa pergi dengan menggunakan kursi roda oleh agen keamanan China berpakaian preman, kepalanya ditutupi dengan seprai, dan dibawa melintasi perbatasan ke China.

Menghilangnya miliarder asal China itu adalah bagian dari operasi anti-korupsi China yang diyakini sejumlah pengkritik kerap digunakan untuk mengeliminasi musuh politik Presiden Xi.

Terkait penangkapannya, regulator pasar saham China menuduh Xiao dan taipan lainnya menarik calon investor dari pasar saham China. (CNN Indonesia)

About Author