HPPI Harap Pemerintah Cabut Larangan Penggunaan Pukat Udang
Porosberita.com, Jakarta – Himpunan Pengusaha Penangkapan Udang Indonesia (HPPI) berharap adanya keputusan Pemerintah, terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lebih pasti, mendasar untuk pengembangan industri perikanan khususnya udang dengan mencabut berbagai regulasi yang cenderung mematikan dunia usaha.
HPPI berharap KKP harus mengedepankan metodologi pengembangan yang efisien pada biaya, waktu dan kualitas. “Larangan penggunaan pukat udang serta kapal penangkap yang dibatasi pada 100 GT, seharusnya segera dicabut. Biaya, waktu dan kualitas (hasil tangkapan) bisa semakin efisien kalau keputusan langsung dari Bapak Presiden (Presiden RI Joko Widodo). Saya sempat kejar pesawat pagi di Bandara Achmad Yani (Semarang) ke Jakarta, langsung menuju ke KKP (Jl. Medan Merdeka Timur) rapat dengan pak Menteri (Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo). Siang (sekitar pukul 13.00), saya harus kejar lagi pesawat di Halim (Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta) naik Citilink balik ke Semarang. Karena kami perlu kepastian. (Harapannya), Pak Jokowi (Presiden RI Joko Widodo) tandatangan (pencabutan larangan), bisnis bisa tuntas. (dunia usaha, investasi) lebih aman,” kata Tanto Hermawan dari HPPI di Jakarta, Minggu (22/3/2020).
Sebelumnya, Edhy Prabowo bertemu dengan lima orang pelaku usaha yang tergabung dalam HPPI, Selasa (17/3). Mereka mengeluhkan adanya moratorium perizinan kapal yang membuat penangkapan udang tidak bisa dilakukan dengan maksimal terutama di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 718 yang terbentang dari Laut Aru-Arafura dan laut Timor bagian timur. Sementara HPPI berkeyakinan bahwa potensi udang di wilayah tersebut mencapai 50.250 ton dengan nilai Rp10 triliun per tahun. Seluruh kapal dari HPPI juga sudah lulus anev (analisis dan evaluasi). Namun karena sebagian besar kapal buatan luar negeri, tidak bisa operasional.
“(Larangan penggunaan pukat udang serta kapal penangkap yang dibatasi pada 100 GT) dibuat menteri sebelumnya. Bentuknya Permen (Peraturan Menteri). Hasil rapat dengan Menteri Edhy, kami tetap diminta tunggu keputusan rapat intern KKP. Padahal, cukup banyak (Permen yang diterbitkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti) yang mematikan dunia usaha. Kami berharap, keputusan Pak Jokowi untuk tindakan cepat. Sehingga dunia usaha khususnya ekspor udang kembali menggeliat,” kata Tanto.
Sementara Ketua HPPI, Endang S Roesbandi memaparkan penangkapan udang tak bisa maksimal antara lain karena larangan penggunaan pukat udang serta kapal yang digunakan saat menangkap harus di bawah 100 GT. Para pengusaha pun beralih dari dari penangkapan ke pengolahan udang dengan bahan baku dari tangkapan nelayan.
“Tapi hasil dari trammel net (nelayan), kepalanya cacat, sungutnya hilang, ada yang matanya hilang. Tidak sempurna akhirnya untuk ekspor tidak bisa first grade,” jelas Endang.
Menyikapi keluhan tersebut, Menteri Edhy memastikan akan melakukan kajian terlebih dahulu. Ia mengatakan, kebijakan yang akan dihasilkan akan lebih mengutamakan kepentingam bersama. “Kasih kami waktu, kami tidak akan bikin peraturan semena-mena,” kata Menteri Edhy.
Kendati akan mengevaluasi regulasi, Menteri Edhy mengingatkan agar para pelaku usaha juga memiliki komitmen dalam hal kelestarian, terutama udang. Bahkan, ia menegaskan akan terus mengawal WPP718 dari illegal fishing. “Kalau Indonesia, semangat memilikinya ada. Ini semata-mata menjaga laut kita untuk lestari,” tandasnya. (nto)