Habis Perpres Miras, Terbitlah PP 22/2021 Yang Hapus Limbah Beracun

Sarlin Wagola
Oleh : Sarlin Wagola
Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)
Porosberita.com, Jakarta – Beberapa waktu lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang memberi kesempatan investor untuk memproduksi minuman keras (miras) atau beralkohol baik berkadar rendah maupun tinggi serta penjualannya sampai ke tingkat pengecer. Kontan, Perpres ini mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Bukan hanya Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU, Persatuan Islam (Persis) serta ormas Islam lainnya yang menolak, tapi juga para tokoh adat. Akhirnya, setelah mendapat penolakan, Presiden Jokowi akhirnya mencabut lampiran Perpres tersebut yang memuat tentang investasi miras.
Namun, kini terbit Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaran perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang disahkan pada 2 Februari 2021. Dimana, pada pasal 459 ayat 3 (C) dijelaskan Fly Ash atau FABA batu bara dari kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan kegiatan lainnya tidak termasuk sebagai limbah B3, melainkan non B3. Inipun mendapat penolakan keras dari berbagai elemen masyarakat termasuk Non Governmental Organization (NGO) Wahana Llingkungan Hidup (WALHI).
Baik Perpres Miras maupun PP 22/2021 merupakan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang juga sempat ditolak diwarnai aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat sipil lainnya. Karena, dinilai tidak berpihak pada rakyat.
Pada Psal 459 ayat 3 (C) PP 22/2021 tersebut intinya menghapus abu terbang dan abu padat limbah batu bara sebagai bahan berbahaya atau limbah B3. Inilah yang memunculkan protes keras dari masyarakat.
Dilansir dari litbang.esdm.go.id. Limbah FABA atau abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) pada pembakaran batubara dikenal dengan sebutan FABA. Dimana Abu ini merupakan atau tergolong limbah B3 (Bahan Bakar dan Beracun), yang dihasilkan dari pembakaran batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan industri berbahan bakar batubara lainnya, ini artinya ancaman karena sifatnya yang berbahaya. Karena, limbah ini berdampak buruk terhadap lingkungan hidup sehingga keselamatan masyarakat khususnya bagi warga yang bermukim sekitar daerah industri.
Penerbian PP 22/2021 yang didalamnya memuat aturan penghapusan limbah B3 industri, bukan hanya menunjukkan kekonyolan Pemerintah, karena FABA jelas disebut sebagai limbah B3. Tapi juga jelas bertentangan dengan konstitusi negara, dimana dalam Konstitusi (UUD NRI tahun 1945) pasal 28H ayat (1) berbunyi “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan”.
Berdasarkan konstitusi tersebut, jelas setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tentu termasuk lingkungan yang bebas dari limbah beracun industri.
Sebagai mahasiswa, saya tertarik untuk mengetahui mengapa Pemerintahan Jokowi kerap menelorkan aturan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat?
Bukankah Presiden memiliki tenaga ahli yang bertugas mengkaji setiap aturan hukum yang akan diterbitkan?
Mengapa pula para legislator yang ada di Senayan ‘diam’ bahkan terkesan ‘mendukung’ lahirnya aturan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat yang diwakilinya. Bahkan bertentangan dengan konstitusi?
Perteanyaan-pertanyaan itu tentu wajib dijawab Pemerintah dengan mencabut UU 22/2021 dan tidak lagi menerbitkan aturan yang bertentangan dengan konstitusi. Negara tak akan ada tanpa rakyat, karena itu jangan korbankan rakyat demi kepentingan segelintir orang. ()