Fri. Jan 10th, 2025

ICW Sebut Juliari Mestinya Dihukum Seumur Hidup

Juliari P. Batubara dan Jokowi/ (Foto : Instagram @juliaribatubara)

Porosberita.com, Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis 12 tahun penjara terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara vonis yang diberikan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, tak adil. Semestinya, Juliari dihukum penjara seumur hidup.

“Tindakan korupsi Juliari sangat melukai hati masyarakat, sehingga patut diberi hukuman yang lebih berat. Betapa tidak, melihat dampak korupsi yang dilakukan oleh Juliari, ia sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara,” tegas Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (23/8/2021).

Menurut Kurnia, ada empat faktor yang seharusnya dapat memberatkan pemberian vonis terhadap Juliari menjadi penjara seumur hidup. Pertama, Juliari melakukan kejahatan saat menduduki posisi sebagai pejabat publik, sehingga berdasarkan Pasal 52 KUHP hukuman Juliari mesti diperberat.

Kedua, praktik suap bansos dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19. Hal ini membuat praktik korupsi yang dilakukan Juliari sangat berdampak kepada masyarakat. Baik dari segi ekonomi maupun kesehatan.

Ketiga, sikap Juliari yang enggan mengakui perbuatannya hingga pembacaan nota pembelaan atau pledoi selama persidangan.

“Padahal, dua orang yang berasal dari pihak swasta, Ardian dan Harry, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Juliari,” jelasnya.

Keempat, dengan memberikan hukuman yang berat bagi Juliari, hal tersebut akan memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lainnya agar tidak mengulangi perbuatan serupa.

“Berangkat dari hal ini, maka semakin lengkap kebobrokan penegak hukum, baik KPK maupun Pengadilan, dalam menangani perkara korupsi bansos,” tuturnya..

Kurnia menilai, sejak awal KPK sudah takut dan enggan untuk mengembangkan lebih lanjut perkara korupsi bansos. Indikasi itu sudah terlihat sejak proses penyidikan.

Misalnya, keterlambatan melakukan penggeledahan dan keengganan memanggil sejumlah politisi sebagai saksi.

“Tidak hanya itu, saat fase penuntutan pun tidak jauh berbeda. Mulai dari menghilangkan nama sejumlah pihak dalam surat dakwaan, ketidakmauan jaksa untuk memanggil pihak yang diduga menguasai paket pengadaan bansos, dan rendahnya tuntutan terhadap Juliari,” terangnya.

Sementara, di luar proses hukum, KPK diketahui telah memberhentikan Kasatgas Penyidikan dan Penyidik perkara bansos melalui Tes Wawasan Kebangsaan serta membangun dalih seolah-olah ingin menyelidiki dugaan kerugian negara.

Padahal menurut Kurnia, tindakan tersebut diduga kuat bertujuan untuk memperlambat dan melokalisir perkara ini agar berhenti hanya terhadap Juliari.

“Begitu pula majelis hakim yang menyidangkan perkara ini. Selain putusannya sangat ringan, terhadap isu lain–gugatan korban bansos juga ditolak dengan argumentasi yang sangat janggal,” ujarnya.

Sebelumnya, Hakim memvonis Juliari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yakni menerima suap sebesar Rp32,4 miliar.

Selain hukuman penjara, hakim juga menjatuhkan pelbagai rentetan hukuman pidana lainnya terhadap Juliari atas perbuatan tersebut. Di antaranya, Juliari dihukum denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Lalu, hakim juga menjatuhkan hukuman terhadap politikus PDIP itu dengan membayar uang pengganti sebesar Rp14.597.450.000 subsidair 2 tahun penjara, pencabutan hak politik untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun. (wan)

About Author