Thu. Jan 9th, 2025

ICW Beri Nilai D Kepada KPK

Porosberita.com, Jakarta – Indonesia Corrupction Watch (ICW) menilai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buruk sepanjang semester I 2021. Karena itu, ICW memberi nilai D kepada KPK.

Peneliti ICW Lalola Easter mengungkapkan bahwa berdasarkan catatan ICW sepanjang semester I 2021, KPK hanya mampu menyelesaikan 13 kasus dari target 60 kasus atau hanya 22 persen dari target yang ditetapkannya sendiri oleh Lembaga antirasuah itu.

Dengan begitu, lanjut Lola, maka rata-rata penanganan 3 kasus per bulan, maka KPK cenderung pasif dalam upaya supervisi kasus korupsi yang ditangani penegak hukum lain.

Selain itu, ICW juga menilai dampak penonaktifan 75 pegawai KPK lewat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) turut memperlambat kinerja KPK. Dari 13 kasus yang disidik KPK, 5 di antaranya ditangani oleh penyidik yang dinonaktifkan.

“Dalam mengejar buronan kasus korupsi, kasatgas yang menangani kasusnya justru juga diberhentikan,” kata Lalo pada webinar pemaparan tren penindakan kasus korupsi semester I 2021, Minggu (12/9/2021).

Untuk Polri, lanjut Lola, ICW menilai kinerja Polri dalam menangani korupsi sepanjang semester I 2021 sangat buruk. Karena itu, ICW memberi nilai E kepada kepolisian.

“Kami mencatat kepolisian pada semester I 2021 hanya mampu menyelesaikan 5,7 persen kasus penanganan korupsi dari target. Pada semester I, kepolisian hanya mampu menyelesaikan 45 kasus dari target 763 kasus,” kata Lola.

Bertolak dari itu, Lola menyatakan pencapaian itu tidak mencerminkan anggaran jumbo serta sumber daya yang dimilikinya. Jika kepolisian memiliki 517 kantor, maka rata-rata per kantor kepolisian hanya menangani 8 kasus per bulan hingga Juni 2021.

“Kepolisian diberikan kepercayaan untuk mengelola dana anggaran penanganan korupsi Rp290,6 miliar, ini tentu tidak terefleksikan dari kualitas kinerja atau kuantitas saja tidak tercapai,” jelasnya

Karena itu, ICW mempertanyakan keseriusan kepolisian membongkar kasus korupsi. Bahkan kepolisian tampaknya tidak menargetkan penanganan kasus strategis dan penindakan hanya menyasar ASN, Kepala Desa, dan Swasta.

Selain itu, lanjut Lola, selama semester I lalu, kepolisian juga tidak menggunakan instrumen pasal pencucian uang. Padahal, ini bertolak belakang dengan janji Kapolri Listyo Sigit yang menyatakan ingin memaksimalkan pemulihan aset dalam kasus korupsi.

“Jadi hal ini tentu patut dipertanyakan kepada kepolisian dan kapolri apakah serius dalam melakukan penindakan kasus korupsi karena itu tidak tercermin dari performa penegak hukum di semester I 2021,” paparnya.

Selain itu, kata Lola, ICW juga mencatat tidak adanya keterbukaan informasi soal laporan penggunaan anggaran. Padahal anggaran yang digunakan harusnya menjadi informasi publik yang diperbarui setiap saat.

Sementara, untuk Kejaksaan, ICW memberi nilai C. Lola memaparkan, Kejaksaan hanya menangani 151 kasus atau 53 persen dari target. Adapun nilai kerugian negara dari kasus yang ditangani Kejaksaan senilai Rp26 triliun. Lola pun mengingatkan Kejaksaan untuk memastikan dana kembali ke kas negara.

Lola mengatakan, ICW juga memberi catatan Kejaksaan untuk mengembangkan kasus yang ditanganinya, salah satunya kasus Jaksa Pinangki.

“Kejaksaan belum melakukan upaya mengejar aktor lain yang terlibat dalam kasus tersebut. Hal ini penting karena publik berharap Kejaksaan bisa menangani kasus yang melibatkan anggotanya sendiri secara profesional dan tidak bias,” tutup Lola. (wan)

About Author