Fri. Jan 10th, 2025

Penyelamatan SDEW Harus Direncanakan Komprehensif

Porosberita.com, Jakarta –  Untuk penyelamatan situ danau, embung dan waduk (SDEW) tidak bisa hanya dengan penindakan atas masalah di lokasi eksisting tanpa merencanakan ruang secara komprehensif sejak dari hulu hingga hilirnya.

Demikian disampaikan Ir Dwi Hariyawan S, MA. Staf Ahli bidang pengembangan kawasan kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) saat menjadi keynote speech dalam webinar yang digelar Fakultas Teknik (FT) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) pada hari ini Sabtu, 30 Oktober 2021.

Menurutnya, perlindungan dan optimalisasi fungsi SDEW perlu dilakukan dalam rangka melindungi fungsi SDEW dari pemanfaatan ruang yang tidak terkendali.

“Perlindungan dan optmalisasi fungsi SDEW dari pemanfaatan ruang yang tidak terkendali, seperti penyusutan luas badan air, pendangkalan/sedimentasi SDEW, okupasi tepi badan air, tumbuhnya eceng gondok, maraknya keramba jaring apung (KJA), pencemaran badan air oleh limbah/sampah/pakan ikan; dan hancurnya keanekaragaman hayati endemik di SDEW sebagai dampak dari menurunnya kualitas air,” paparnya.

Terkait dengan itu, lanjutnya,  pemerintah telah mengupayakan sejumlah langkah, diantaranya  menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air pada SDEW. Caranya, dengan menetapkan pembangunan 18 waduk multiguna yang diharapkan dapat menambah pasokan air baku, serta pemulihan 4 Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis yakni DAS Asahan, DAS Ciliwung, DAS Cisadane, dan DAS Citarum sebagaimana yang tercantum dalam Major Project RPJMN 2020-2024

Selain itu, juga ada Perpres No. 60/2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional, peningkatan kuantitas/ketahanan air dilakukan melalui pemeliharaan, pemulihan dan konservasi melalui revitalisasi danau yang difokuskan pada 16 danau prioritas nasional .

Sementara Kementerian ATR/BPN juga telah menyusun 1 (satu) Perpres tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan sekitarnya yakni Perpres Nomor 81/2014, 8 Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang RTR KSN yang di dalam delineasi wilayahnya terdapat danau-danau prioritas nasional, misalnya Danau Limboto dalam KSN Danau Limboto, Danau Tondano dalam KSN Perkotaan Bimindo, Danau Batur dalam KSN Subak-Bali Landcape dan lainnya. Serta 96 rancangan Instrumen Pengendalian (Insdal) pada 11 WS yang tersebar di Indonesia.

“Yang terpenting adalah pengelolaan masing-masing SDEW perlu ditangani secara komprehensif serta melibatkan berbagai pihak dan bidang keilmuan,” pungkasnya.

Di acara yang sama, Agus Sutanto, ST, M.Sc, Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN mengatakan perlindungan dan optimalisasi fungsi SDEW dilakukan melalui strategi pengendalian pemanfaatan ruang. Diantaranya dengan melakukan proses pendaftaran tanah kawasan SDEW agar jelas kepemilikannya dan memiliki kekuatan hukum atas deliniasi kawasan SDEW.

“Proses pendaftaran tanah kawasan SDEW ini dilakukan karena seiring berkembangnya isu, yaitu terjadinya ketidak sesuaian atau pelanggaran pemanfaatan ruang, penurunan jumlah dan luasan SDEW akibat alih fungsi lahan, dan konflik yang terjadi pada sertifikat hak atas tanah,” tutur Agus.

Terkait itu, kata Agus, pemerintah telah memberikan sertifikasi hak atas tanah di sekitar SDEW serta melakukan pengendalian pemanfaatan ruangnya melalui pemberian insentif dan disinsentif dan pengenaan sanksi di daerah sekitar SDEW. Pengendalian ini bertujuan untuk melindungi badan air dari gangguan (okupasi dan limbah pencemar) sehingga lingkup pengaturan kawasan dibuat sekitar kawasan SDEW.

“Total ada 43 sertifikat tanah SDEW yang telah diresmikan oleh kementerian ATR/BPN dari 2017 sampai dengan 2019,” jelasnya.

Menurutnya, kebijakan pengelolaan SDEW dilakukan dari bagian hulu hingga hilir. Pada bagian hulu, dilakukan dengan pengembangan kawasan resapan air, RTH sumur resapan, pengelolaan sampah, limbah dan sedimentasi. Pada bagian tengah, dilakukan melalui peningkatan konservasi air pengendalian jarring apung, dan pengembangan wisata air sekaligus penghijauan sempadan badan air (50m) pengembangan wisata hijau tepi situ. Dan bagian hilir dilakukan dengan pengendalian banjir/daya rusak air, efisiensi dan efektivitas penggunaan air.

Sementara, Merry Morfosa, S.T. MT, Kepala Seksi Pola Ruang, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta menyatakan untuk penyelamatan SDEW, maka  di daerah hilir DKI Jakarta harus dikolaborasi. Untuk penanganan didaerah hilir ditangani oleh Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta melalui pembangunan rehabilitasi sistem polder di 9 titik(polder muara angke, teluk gong, pulomas, dll), pembangunan waduk/situ/embung di  4 titik (waduk brigif, pondok ranggon,lebak bulus, dan wirajasa), serta revitalisasi kali di 2 titik lokasi (kali ciliwung, dan sodetan pantai muara).

Menurutnya, upaya yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta saat ini adalah dengan mengatur kebijakan terkait pengintegrasian sistem tata air dengan wilayah hulu dan/atau daerah di sekitarnya, selain itu juga ada yang dikolaborasi bersama dengan masyarakat dan pihak swasta.

Dijelaskan Merry, untuk optimalisasi fungsi waduk, maka prioritas pembebasan lahan saat ini berada di lima titik lokasi yaitu kali ciliwung, kali pesanggrahan, kali angke, kali sunter, dan kali jati kramat

Menurutnya, sebenarnya fungsi waduk tidak hanya sebatas pengendali air tapi juga dapat multifungsi, seperti untuk fungsi rekreasi dan usaha. Meski begitu, fungsi rekreasi dan usaha perlu dibatasi sehingga tidak menganggu fungsi sempadannya. “Beberapa penataan waduk yang tidak hanya memliki fungsi sebagai pengendali tetap juga menjadi fungsi rekresasi antara lain waduk sunter, dan waduk pondok ranggon,” jelasnya. (sur)

About Author