Pria China Unggah di Yuotube Kamp Detensi Uighur
Porosberita.com, Jakarta – Sebuah video berdurasi 20 menit yang diunggah ke YouTube memperlihatkan belasan fasilitas diduga kamp detensi etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang, China.
Etnis Uighur selama ini diguga kuat menjadi target diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah China.
Video itu direkam oleh seorang pria asal China bernama Guangguan yang dikabarkan pergi ke Xinjiang setelah membaca sejumlah artikel portal berita BuzzFeed News yang mengindikasikan sederet lokasi tempat kamp penahanan Uighur.
“Saya mengunjungi Xinjiang sekali pada 2019 dengan sepeda, tetapi tujuan kunjungan saya kali ini sangat berbeda. Saya membaca cerita di BuzzFeed News, di mana reporter mengidentifikasi banyak lokasi pusat penahanan di Xinjiang lewat perbandingan silang gambar satelit,” kata Guanguan dalam videonya.
Guanguan mengikuti peta satelit Mapbox yang dibuat oleh BuzzFeed, bersama dengan gambar satelit dari layanan Baidu Maps China untuk merekam 18 fasilitas penahanan di delapan kota di Xinjiang.
Rekaman ini dipublikasikan pada channel Youtube Guanguan Oktober lalu. Meski begitu, Guanguan diyakini merekam video itu saat berkunjung ke Xinjiang 2020 lalu.
“Akibat regulasi pemerintah China, sangat sulit bagi jurnalis luar negeri untuk mendapatkan akses ke Xinjiang untuk melakukan wawancara. Saya berpikir, sementara jurnalis luar negeri tak bisa pergi ke Xinjiang, saya masih bisa pergi ke sana,” tutur Guanguan dalam videonya seperti dikutip Deutsche Welle.
Guanguan memulai perjalanannya dari kota timur Hami, di mana ia berkendara melewati Pusat Rehabilitasi Narkoba Terisolasi Wajib Hami. Bangunan itu tidak ditampilkan di Baidu Maps, dan jeruji yang ada di jendela serta pagar kawat berduri membuatnya curiga bahwa pusat itu bisa jadi adalah fasilitas penahanan.
Selanjutnya, Guanguan pergi ke Daerah Otonomi Kazakh Mori di Xinjiang. Ia merekam sebuah pusat penahanan yang dilengkapi dengan menara pengawas dan kamera pengintai. Lalu, ia pergi melewati Pusat Penahanan Kabupaten Mori. Tak satu pun dari fasilitas tersebut ditandai dalam peta Baidu.
Saat Guanguan tiba di Urumqi, ibu kota Xinjiang, ia melewati beberapa fasilitas dengan menara pengawas dan pagar kawat berduri, yang mana adalah ciri khas kamp penahanan di Xinjiang.
Bahkan, slogan seperti “reformasi melalui tenaga kerja dan transformasi budaya” juga tertulis di dinding beberapa bangunan.
Pada Juli, Associated Press (AP) juga sempat mengunjungi sel pusat penahanan Urumqi No.3 di Dabancheng, Xinjiang.
AP menggambarkan fasilitas itu sebagai “yang terbesar di negara ini dan mungkin dunia dengan kompleks seluas lebih dari 220 hektar.”
AP memperkirakan bahwa pusat penahanan itu dapat menampung 10 ribu orang dan lebih banyak lagi, berdasarkan citra satelit dan sel-sel yang telrihat selama kunjungan tersebut.
Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah China membantah menahan jutaan etnis Uighur secara sewenang-wenang. Beijing menganggap pemerintah hanya menampung para etnis Uighur untuk memberikan pendidikan vokasi sebagai salah satu upaya mencegah ancaman radikalisme dan ekstremisme.
Guangguan dalam videonya menyebutkan bahwa ia juga sempat bertemu dengan warga lokal etnis Han China dalam kunjungannya. Warga tersebut mengatakan bahwa sejumlah besar orang Uighur telah dipindahkan ke daerah lain untuk dipekerjakan sebagai buruh dengan upah murah.
Video Guanguan ini kemudian menarik perhatian para akademisi dan peneliti yang telah lama berupaya menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan yang dialami etnis minoritas Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang.
Alison Killing, seorang arsitek yang bekerja dengan BuzzFeed News untuk membuat peta citra satelit kamp, mengatakan bahwa informasi baru dari video Guanguan mengkonfirmasi apa yang mereka yakini sedang terjadi di Xinjiang.
“Ketika Anda bekerja dengan citra satelit, Anda selalu mengandalkan sumber informasi lain untuk menguatkan apa yang Anda lihat. (Bukti) itu bisa berupa video di lapangan, seperti yang kami lihat di sini,” kata Killing kepada DW.
Video Guanguan membantu Killing mengonfirmasi mana bangunan yang merupakan pusat penahanan dan mana yang merupakan penjara. Killing juga mengandalkan hasil wawancara dengan jurnalis atau mantan tahanan kamp untuk mencari bukti terjadinya kekerasan terhadap minoritas Uighur di China.
Rayhan Asat, seorang pengacara advokat HAM etnis Uighur juga mengatakan bahwa rekaman video tanpa filter Guanguan menambah dokumentasi tindak kekerasan di sana dan mengalahkan propaganda China terkait kebahagiaan masyarakat Uighur.
“Saya harap banyak warga China seperti pria ini (Guanguan) yang mau membela sesama masyarakat negaranya,” kata Asat kepada DW.
Beberapa bulan lalu, seorang mantan detektif China yang meminta identitasnya dirahasiakan, sempat membeberkan penyiksaan yang dialami tahanan muslim Uighur di Xinjiang.
Membuka ceritanya, Jiang mengatakan ratusan polisi dikerahkan ke rumah sejumlah warga Uighur. Para polisi memaksa warga keluar dari rumah, memborgol dan mengerudungi mereka, bahkan mengancam akan menembak mereka jika melawan.
Setelah menculik masyarakat Uighur, aparat kepolisian menyiksa mereka untuk mendapatkan pengakuan. Ia juga mengatakan setiap tahanan baru dipukuli selama proses interogasi. Beberapa di antara mereka adalah wanita dan anak 14 tahun.
Pelecehan seksual juga dilakukan sebagai salah satu taktik untuk mendapatkan pengakuan.
Sejak video Guanguan beredar, banyak pihak mengkhawatirkan keamanannya. Sebab, pemerintah China kerap melakukan berbagai cara untuk membungkam orang-orang yang dinilai
Pada Jumat pekan lalu, Guanguan berharap videonya itu dapat menjadi bukti yang dapat membantu.
“Saya tidak memiliki kemampuan dan kapasitas untuk langsung menentang pemerintah China, tapi video ini merupakan hal yang bisa saya lakukan dengan kemampuan saya,” kata Guanguan. (CNN indonesia.co/nto)