RUU Perampasan Aset: Terdakwa Divonis Bebas, Aset Bisa Dirampas
Porosberita.com, Jakarta – Perampasan aset tindak pidana dapat dilakukan terhadap terdakwa yang diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Hal itu termuat dalam Pasal 7 draf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana tertanggal 18 April 2023.
Pasal 7 ayat 1 menyatakan perampasan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan dalam hal: a. tersangka atau terdakwanya meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya; atau b. terdakwanya diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Perampasan aset juga dapat dilakukan terhadap aset yang perkara pidananya tidak dapat disidangkan atau terdakwa telah diputus bersalah oleh pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan di kemudian hari ternyata diketahui terdapat aset tindak pidana yang belum dinyatakan dirampas.
Adapun aset tindak pidana yang dapat dirampas berdasarkan RUU tersebut tertuang dalam Pasal 5, meliputi aset hasil tindak pidana atau aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain atau korporasi, baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut.
Kemudian aset yang diketahui atau patut diduga digunakan atau telah digunakan untuk melakukan tindak pidana; aset lain yang sah milik pelaku tindak pidana sebagai pengganti aset yang telah dinyatakan dirampas oleh negara; atau aset yang merupakan barang temuan yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana.
Aset tindak pidana yang dapat dirampas juga meliputi aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal-usul perolehannya secara sah dan diduga terkait dengan aset tindak pidana yang diperoleh sejak berlakunya aturan ini dan aset yang merupakan benda sitaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana atau yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.
Sementara itu, aset tindak pidana yang dapat dirampas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 terdiri dari: aset yang bernilai paling sedikit Rp100 juta dan aset yang terkait dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara empat tahun atau lebih. Hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b.
“Perubahan nilai minimum aset sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a diatur dengan Peraturan Pemerintah,” sebagaimana bunyi Pasal 6 ayat 2.
Pemerintah tengah merancang sebuah peraturan mengenai perampasan aset terkait dengan tindak pidana lantaran sistem dan mekanisme yang berlaku pada saat ini belum mampu mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan.
RUU Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana telah disinggung langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat rapat bersama Komisi III DPR beberapa waktu lalu. Rapat saat itu membahas isu transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan.
Di sela-sela rapat, Mahfud mendorong agar DPR segera membahas RUU Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana. Usul itu tidak mendapat respons yang baik dari pimpinan Komisi III DPR. (wan/CNNIndonesia.com)