Pengusaha Ritel Ancam Migor Langka
Porosberita.com, Jakarta – Pengusaha ritel mengancam akan membuat minyak goreng langka di pasaran lagi. Ancaman mereka tebar karena mereka belum mendapatkan kepastian dari pemerintah soal pembayaran utang Rp344 miliar.
Utang Rp344 miliar pemerintah kepada pengusaha ritel terkait pembayaran selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022. Sudah setahun setengah pemerintah belum juga mau membayar utang tersebut.
Karena masalah itu, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menyampaikan lagi bahwa pengusaha ritel akan memprotes pemerintah dengan beberapa cara; memotong tagihan ke distributor, mengurangi pembelian minyak goreng, menyetop pembelian minyak goreng dari produsen.
Kalau langkah itu tak berhasil membuat pemerintah membayar utang ke pengusaha, Roy mengatakan pihaknya akan menggugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Ini hasil dari meeting dengan 31 peritel. Jadi poin-poin ini bukan dari Aprindo. Tapi ini kami cuma menyampaikan dari pengusaha ritel bahwa akan ada pemotongan tagihan kepada distributor atau supplier minyak goreng dari perusahaan ritel kepada distributor minyak goreng,” kata Roy seperti dikutip dari detik.com.
“Kemudian pengurangan pembelian minyak goreng bila penyelesaian rafaksi belum selesai dari perusahaan ritel. Perusahaan ya. Bukan Aprindo,” tambahnya.
Namun, Roy mengaku belum mengetahui kapan perusahaan ritel akan melakukan pemotongan tagihan hingga menyetop pembelian minyak goreng dari produsen. Meski begitu, Roy mengatakan Aprindo tidak bisa lagi membendung keresahan dari para pengusaha. Jadi langkah-langkah tersebut tergantung dari keputusan perusahaan.
“Justru yang saya mau sampaikan adalah saat ini Aprindo untuk poin 2, 3, 4 tidak bisa membendung. Kita tidak bisa menahan anggota. Bahkan penghentian pembelian minyak goreng oleh perusahaan peritel. Bukan Aprindo,” jelasnya.
Ia mengatakan kalau pengusaha ritel jadi melaksanakan ancaman itu, dampaknya jelas akan mempengaruhi stok minyak goreng di ritel.
“Misalnya memotong tagihan pastikan ketidaksetujuan dari pihak produsen. Pastikan ada aspek masalah bisa aja produsennya menyetop, ‘bayar dulu dong tagihan ini kan bukan rafaksi’ dia nyetop pasokan. Nah kalau menyetop pasokan, ada tidak minyak goreng di toko? Kita tidak tahu,” ujarnya.
“Kalau produsen mengatakan ini kan tagihan sudah masuk perjanjian harus dibayar, tetapi si peritel ‘tetapi kita punya rafaksi bayarnya ke kalian, kalian talangin dululah bagaimana caranya kita potong tagihan sebagai talangan kalian’. Nah itu kita ngga tahu,” lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga meyakini langkah yang dilakukan pengusaha ritel itu tak akan membuat minyak goreng langka di pasaran.
Jerry menjelaskan bahwa minyak goreng seperti Minyakita, curah, hingga yang premium tidak hanya dijual di gerai ritel. Minyak juga dijual di pasar serta melalui perdagangan daring.
Karena itu, ia meyakini bahwa masyarakat memiliki banyak akses untuk memperoleh minyak goreng.
“Dibilang minyak goreng nanti tiba-tiba jadi langka ya tidak begitu. Intinya medium kita untuk memperoleh minyak goreng itu kan tersebar di mana-mana sehingga sekali lagi ini bukan kekhawatiran,” kata dia.
Jerry menghargai Aprindo sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholder). Ia mengajak Aprindo duduk bersama guna menyamakan persepsi mengenai masalah rafaksi minyak goreng.
“Aprindo silahkan sampaikan aspirasinya karena dari sudut pandang mereka punya concern, tapi dari kita punya concern. Nanti kita duduk bersama,” ujar dia.
Kemendag, kata Jerry, masih mempelajari masalah rafaksi minyak goreng untuk menentukan sikap kementerian ke depannya.
Jerry menjelaskan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan pendapat hukum bahwa penyelesaian rafaksi minyak goreng diselesaikan menurut peraturan yang berlaku.
“Kita lihat yang ke depannya, yang terbaru, dan ter-update. Jadi kita mengacu kepada peraturan yang terkini,” ujar Jerry. (nto/CNNIndonesia.com)