Sejumlah Upacara Adat yang Digelar Menyambut Hari Raya Nyepi di Bali
Porosberita.com, Jakarta – Pada hari Rabu, 22 Maret 2023 lalu, umat Hindu di Indonesia merayakan Hari Raya Nyepi. Nyepi sendiri merupakan peringatan atas pergantian Tahun Saka.
Perayaan Nyepi sekaligus menjadi momentum bagi umat Hindu di Pulau Dewata untuk berdiam diri dalam keheningan. Masyarakat juga tak diperkenankan menyalakan cahaya dan api.
Ada beberapa upacara adat yang digelar untuk menyambut Hari Raya Nyepi di Bali. Simak berbagai informasi mengenai tradisi Nyepi yang dirangkum dari laman resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan laman Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Senin (20/3/2023), berikut ini.
1. Upacara Melasti
Upacara Melasti atau disebut juga Melis digelar beberapa hari sebelum Nyepi. Saat upacara ini dilangsungkan, segala sesuatu atau piranti persembahyangan di pura dibawa ke laut untuk disucikan.
Saat Melasti, berbagai pretima atau benda yang dikeramatkan juga akan disucikan dengan cara dibawa ke sungai atau segara. Segara atau laut dianggap sebagai sumber Tirtha Amertha (Dewa Ruci, Pemuteran Mandaragiri).
Usai disucikan, pretima akan disemayamkan di pura desa hingga sehari setelah Hari Raya Nyepi berlalu. Kemudian berbagai pretima ini kembali ditempatkan pada pura masing-masing.
Selambat-lambatnya pada tilem sore, pelelastian harus sudah rampung secara keseluruhan. Pretima yang disucikan juga sudah harus berada di bale agung pada saat tersebut.
2. Mecaru atau Tawur
Tawur digelar pada tilem sasih kesange (bulan mati kesembilan), yaitu sehari sebelum Nyepi. Ini adalah upacara yang dilakukan di setiap rumah keluarga, desa, atau kecamatan.
Tawur atau pecaruan sendiri adalah penyucian Bhuta Kala. Segala leteh atau kotor diharapkan sirna sesudahnya.
Umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di perempatan jalan dan lingkungan rumah masing-masing dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (sesajian). Warga membuat sesajen yang ditujukan kepada para Bhuta Kala, simbol dari hal-hal negatif dalam hidup. Tujuannya adalah menghindarkan manusia dari hal-hal negatif tersebut.
3. Pengerupukan
Upacara Pengerupukan digelar setelah Mecaru dengan tawur atau menyebar nasi. Warga membuat api atau obor untuk menerangi lingkungan rumah, menyemburi rumah dan pekarangan, serta memukul berbagai benda untuk menghasilkan suara gaduh.
Pengerupukan dilakukan untuk mengusir para Bhuta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Pada tingkat desa, biasanya diadakan arakan ogoh-ogoh sebagai perwujudan dari Bhuta Kala yang bersifat negatif.
Ogoh-ogoh diarak keliling desa, kemudian dibakar. Tujuannya agar hal-hal yang berbau negatif itu lenyap dan tidak mengganggu kehidupan manusia.
4. Nyepi
Keesokan harinya, tibalah Hari Raya Nyepi. Pada saat itu, Bali diliputi kesunyian.
Tidak terlihat aktivitas warga seperti biasanya, sebab saat itu mereka menjalankan puasa. Mereka menjalankan catur brata penyepian yang terdiri dari:
Amati geni, tidak menggunakan atau menyalakan api serta mengobarkan hawa nafsu.
Amati karya, tidak menjalankan kerja jasmani, tapi meningkatkan kegiatan yang bertujuan untuk menyucikan rohani.
Amati lelungan, tidak berpergian, tapi mawas diri sebagai gantinya.
Amati lelanguan, tidak mengobarkan kesenangan atau menikmati hiburan, tapi memusatkan pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi.
Brata mulai dilakukan saat fajar menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya. Pasalnya, umat Hindu percaya segala hal yang bersifat peralihan selalu didahului dengan perlambang gelap.
5. Ngembak Geni
Ngembak Geni yang jatuh sehari setelah Nyepi adalah tradisi adat terakhir dalam rangkaian perayaan Tahun Baru Saka. Ngembak Geni dilaksanakan dengan mengadakan kunjungan antar keluarga dan tetangga.
Pada saat Ngembak Geni, umat Hindu diharapkan untuk saling memaafkan. Sesuai dengan prinsip Tattwam Asi, yaitu “Aku adalah kamu dan kamu adalah aku”.
Demikian beberapa informasi singkat mengenai upacara-upacara adat yang dijalankan saat Hari Raya Nyepi di Bali. (sur/Merdeka.com)