Sat. Jan 11th, 2025

Kejagung Keluarkan Sprindik Kasus Dugaan Korupsi di Perindo

Porosberita.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) untuk kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan usaha Perum Perindo (Perusahaan Umum Perikanan Indonesia) periode 2016-2019.

Sprindik dengan nomor PRINT-25/F.2/Fd.2/8/2021 tertanggal 2021 itu,  diteken Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi.

“Untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi di Perum Perindo,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (24/8/2021).

Setelah Sprindik terbit, jaksa mulai melakukan pemeriksaan saksi terhitung sejak 23 Agustus 2021 kemarin. Ada dua orang pejabat perusahaan yang dipanggil, yakni Direktur Keuangan Perum Perindo berinisial MT, dan Anggota Komite Risk Management Perum Perindo berinisial IA.

“Diperiksa terkait dengan pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia,” kata Leonard.

Menurutnya, perkara ini berkaitan dengan penerbitan medium term notes (MTN) alias hutan jangka menengah perusahaan itu pada 2017. MTN yang dimaksud ialah mekanisme yang dilakukan untuk mendapat dana dengan cara menjual prospek.

Perindo mencoba menjual prospek berkaitan penangkapan ikan dengan total dana yang didapat sebesar Rp200 miliar. Dana itu cair sebanyak dua kali pada 2017.

“Bulan Agustus 2017 (cair) Rp100 miliar dengan return 9 persen dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Agustus 2021. Bulan Desember 2017 Rp100 miliar return 9,5 persen dibayar per triwulan jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada Desember 2020,” jelasnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, MTN yang terbit sebagian besar dananya digunakan untuk modal kerja perdagangan. Pada tahun tersebut, pendapatan perusahaan naik drastis. Leonard mengatakan, pad 2016 pendapatan hanya berkisar Rp223 miliar, dan kemudian meningkat menjadi Rp603 miliar pada 2017 dan Rp1 triliun pada 2018.

“Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan perdagangan,” jelas Leonard..

Terkait itu, Kejaksaan menduga terdapat proses perdagangan yang bermasalah untuk mencapai nilai tersebut. Leonard merincikan, masalah ditemukan pada kontrol transaksi mitra yang lemah sehingga mengindikasikan terjadi kemacetan.

Kemudian, pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati sehingga perputaran modal perusahjaan itu menjadi lambat.

“Sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181.196.173.783,” terangnya. (wan)

About Author