Fri. Jan 10th, 2025

SBY Ingatkan Ada Skenario Gelap Ekonomi

SBY

Porosberita.com, Jakarta – Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan bahwa skenario gelap akan terjadi jika pemerintah Indonesia dan negara-negara lainnya tidak berupaya mengubah kondisi perekonomian saat ini sambil mendorong pembangunan berkelanjutan.

Hal ini disampaikan saat menjadi pembicara kunci dalam forum International Conference of Islamic Studies yang digelar oleh UIN Ar Rainiry Aceh.

“There is something wrong with our economy, with our development,” kata SBY dalam forum tersebut yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube Kampus UIN Ar Rainiry, Senin (4/10).

“Skenario gelap akan terjadi dan sekali lagi skenario gelap akan terjadi mana kala kita tidak melakukan apa-apa, tidak melakukan perubahan yang diperlukan,” lanjut dia.

Dalam forum itu, SBY memaparkan bahwa 30 persen atau setara dengan 2,3 miliar jiwa penduduk dunia masih menyandang status miskin. Setiap malam, kata SBY, terdapat 1 miliar orang yang kelaparan karena lapar, kurang makan, dan tidak punya uang untuk mencukupi kebutuhan pangan.

“Ada bangsa yang kelebihan pangan ada bangsa yang kekurangan pangan, harganya pun sering tidak stabil dan melonjak-lonjak, itu dunia, itu tantangan kita,” kata SBY.

Sementara, di Indonesia, jumlah penduduk diprediksi akan naik menjadi sekitar 306 juta jiwa pada 2035, dengan angka konsumen meningkat menjadi 130 juta jiwa sebelum 2030.

“Tentu kebutuhan dasar manusia Indonesia juga akan meningkat tajam,” tuturnya, sambil menambahkan masih banyak penduduk miskin di Indonesia.

Di sisi lain, kata SBY, ada penerapan gaya hidup serakah, serta upaya menguras sumber daya alam. “Akibatnya bumi makin panas, sumber daya alam makin terkuras,” lanjut dia.

Ia mengingatkan sejarah praktik ekonomi yang sangat kapitalistik dan mengejar pertumbuhan dengan mekanisme pasar yang absolut justru mengancam keberlangsungan manusia sendiri.

Misalnya, revolusi industri pada abad 17 dan 18 yang membuat sumber daya alam yang dikuras secara tidak wajar, lingkungan rusak, dan ketimpangan yang semakin lebar.

Untuk mengantisipasi hal itu, menurut SBY perlu dilakukan tindakan ekonomi yang tidak biasa yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi.

“Oleh karena itu perlu jawaban, jawabannya apa? sesuai dengan tema, jawabannya marilah kita sekarang ini ke depan dalam membangun menjalankan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan,”ucap dia, yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.

“Dalam membangun dan menjalankan ekonomi pilihlah model sistem dan praktek ekonomi juga yang cocok dengan tantangan abad ini, saya mengatakan green economy,” sambung SBY.

“Semua negara harus melakukan transformasi besar menuju green economy, menuju sustainable development,” kata dia.

Apabila pemimpin dunia dan Indonesia tidak memiliki political will atau keinginan politik dengan kebijakan yang lemah, ia risau masa depan umat manusia akan suram.

Fakta RAPBN SBY mengenai Infrastruktur dan Sektor Riil. (Foto: Fajrian)

“Kalau masa depan suram, secara moral para pemimpin tidak bertanggungjawab, tidak bermoral untuk anak cucunya,” ujarnya.

“Yang tidak mau dan tidak mampu bertransformasi akan tersisih dan tertinggal, bangsa Indonesia tidak ingin terisisih dan tertinggal,” tandas dia.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku berkomitmen terhadap pencapaian target-target Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030, meskipun pandemi Covid-19 memberi sejumlah kesulitan.

“Komitmen Indonesia terhadap SDGs tidak surut meskipun di tengah pandemi,” ujar Jokowi di Sidang Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, 13 Juli 2022, Rabu (14/7).

SDGs sendiri merupakan rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan dengan 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dicapai pada 2030.

Sementara, Indonesia masih berkutat dengan masalah pengelolaan lingkungan, perundangan yang lebih berpihak kepada pengusaha tambang, yang rentan merusak alam, hingga konflik agraria antara korporasi tambang dengan warga. (CNN Indonesia/wan)

About Author