China dan Iran Dituding Gunakan Facebook Untuk Kegiatan Spionase
Porosberita.com, Jakarta – Mantan Manajer Produk Facebook, Frances Haugen menyebut China dan Iran menggunakan Facebook untuk melancarkan aksi spionase atau mata-mata terhadap kelompok atau tokoh-tokoh yang mereka awasi.
Haugen menyampaikan kesaksian itu kepada seorang senator AS tentang penggunaan Facebook oleh pemimpin otoriter atau pemimpin berbasis teroris. Kemudian ia menjawab hal tersebut pasti terjadi dan pihak Facebook sangat sadar akan hal itu.
Melansir dari ernyataan tersebut dilandaskan pada posisi terakhirnya di Facebook sebagai bagian dari tim penangkal spionase.
Haugen mengatakan pada posisi tersebut dia secara langsung mengawasi partisipasi China pada platform tersebut, yang ia sebut mengawasi populasi Uyghur di seluruh dunia.
Pada Maret, Staf Keamanan Facebook menargetkan aktivis dan jurnalis Uyghur yang tinggal di luar negeri dengan akun Facebook palsu dan malware.
Selain itu, tim Haugen juga mengamati aktivitas pemerintah Iran dalam melakukan spionase pada tokoh-tokoh negara lain.
“Partisipasi aktif, sebut saja, pemerintah Iran dalam melakukan spionase pada tokoh-tokoh negara lain. Hal ini benar-benar terjadi,” ucap Haugen, membeberkan kesaksiannya pada Selasa (5/10) di hadapan Subkomite Senat Perlindungan Konsumen, Keamanan Produk, dan Keamanan Data, mengutip dari CNN.
Haugen menyebut hal tersebut dapat terjadi karena tim penangkal spionase dan terorisme kekurangan staf yang konsisten.
Selain itu, Haugen mengungkapkan serangkaian aktivitas di Facebook berkaitan dengan peristiwa pembantaian di Myanmar dan Ethiopia.
“Ketakutan saya adalah jika kita diam saja, aktivitas memecah belah dan ekstremis yang kita lihat hari ini hanyalah permulaan. Apa yang kita lihat di Myanmar dan Ethiopia adalah pembukaan dari babak cerita yang mengerikan, yang tidak ada seorangpun yang mau melihat akhirnya,” ucap Haugen saat menceritakan pertumpahan darah di kedua negara tersebut.
Mengutip dari CBSnews, algoritma Facebook saat ini cenderung memecah belah masyarakat dan menyebabkan kekerasan etnis di seluruh dunia, termasuk kasus Myanmar pada 2018 ketika militer Myanmar menggunakan Facebook untuk melakukan pembantaian.
Selain itu, algoritma konten berbasis interaksi pada Facebook mengarahkan penggunanya untuk bereaksi dengan melakukan like, bagikan, atau komen yang memberi andil dalam mengobarkan kekerasan etnis di negara seperti Ethiopia yang terpecah oleh kesenjangan regional dan perbedaan etnis.
Sebelumnya Haugen mengungkap sejumlah fakta tentang Facebook dalam acara “60 Minutes” Minggu (3/10/2021) malam. Fakta itu ia beberkan setelah merilis 10 ribu halaman dokumen yang membuat raksasa teknologi Facebook dihujani serangan selama beberapa pekan belakangan.
Pada kesaksiannya Haugen berulang kali menyebut beberapa negara sebagai contoh dari bahaya penggunaan media sosial Facebook.
Dilansir dari CNN, pada 2018 Facebook mengakui mereka gagal dalam mencegah penyebaran posting yang mengobarkan kebencian terhadap etnis minoritas Rohingya di Myanmar, sehingga mengakibatkan etnis tersebut teraniaya. (CNN Indonesia/nto)