Sebanyak 1,5 Juta Muslim Ulghur Ditahan di Kamp-kamp oleh Cina
Porosberita.com Jakarta – Sebanyak 1,5 juta Muslim Uighur dan umat Islam lainnyadi duga ditahan oleh Cina di kamp-kamp penahanan di Xinjiang.
Seorang peneliti independen dari Jerman, Adrian Zenz, mengatakan bahwa perkiraan baru ini didapat setelah pemeriksaan citra satelit teranyar dan kesaksian sejumlah warga Muslim yang mengaku kerabatnya menghilang.
“Meski masih spekulasi, dapat diperkirakan ada sekitar 1,5 juta etnis minoritas, sekitar 1 dari enam orang dewasa dari kelompok minoritas Muslim di Xinjiang, ditahan di pusat detensi, pengasingan, dan fasilitas re-edukasi,” ujar Zenz dalam salah satu acara di Dewan HAM PBB, Rabu (13/3/2019) seperti dilansir dari CNNIndonesia.
Zenz mengatakan bahwa China melakukan genosida kebudayaan dengan mengajarkan paham-paham di luar keagamaan Islam kepada jutaan orang itu.
“Upaya China untuk merampas kebebasan berpendapat sejumlah etnis keagamaan minoritas di Xinjiang tak lebih dari sebuah kampanye sistematis genosida kebudayaan dan harus ditindak,” tuturnya sebagaimana dikutip Reuters.
Dalam acara itu, hadir pula seorang Muslim yang mengaku pernah ditahan di kamp di Xinjiang, Omir Bekali. Selama enam bulan, Bekali tinggal di dalam satu ruangan kecil yang dipadati 40 orang.
“Kami harus membanggakan Partai Komunis, menyanyikan lagu mengenai [Presiden] Xi Jinping, dan berterima kasih kepada pemerintah. Kami tak punya hak bicara,” katanya.
Selama ini, pemerintah China memang dilaporkan kerap melakukan pelanggaran HAM secara massal dan sistematis terhadap kaum minoritas Muslim di Xinjiang.
Berdasarkan kesaksian korban, otoritas China terus melakukan penahanan massal sewenang-wenang terhadap Uighur dan minoritas Muslim lain di Xinjiang sejak 2014 lalu.
Di tengah kisruh ini, sejumlah anggota parlemen Amerika Serikat mendesak Presiden Donald Trump untuk mengambil tindakan tegas atas China, seperti sanksi.
Ketika ditanya soal sanksi, Duta Besar AS untuk PBB, Kelley Currie, mengatakan, “Kami selalu melihat segala mekanisme dan alat yang kami punya untuk mengidentifikasi yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM menjijikkan dan memastikan mereka tak dapat bepergian ke AS dan akses ke sistem finansial AS.”. (nto)