Wed. Dec 11th, 2024

KPU Nyatakan Ada Tanda Tangan Megawati dan Hasto Dalam Surat PAW Harun

Megawati dan Hasto

Porosberita.com, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menandatangani surat permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Nasiku untuk menggantikan caleg terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas.

Untuk diketahui, Komisioner KPU Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Pomdam Jaya, Guntur karena terjaring  Operasi Tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) terkait permohonan PAW dari PDIP tersebut.

Ketua KPU Arief Budiman mengungkapkan, PDIP tiga kali mengajukan nama Harun Nasiku ke KPU. Dalam surat permohonan terakhir PDIP ke KPU yang dibahas KPU dalam Rapat itulah, terdapat tanda tangan Megawati dan Hasto.

“Sebetulnya kalau surat menyurat administratif bisa, pokoknya pimpinan partai. Tapi yang terakhir (surat permohonan PDIP ke KPU soal PAW atas nama Harun Nasiku) memang ditandatangani oleh ketua umum dan sekjen,” jelas Arief kepada wartawan di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (10/1/2020).

Lebih lanjut, Arief menerangkan, setelah surat diterima , maka KPU langsung membahasanya dalam Rapat Pleno, Senin (6/1/2020). Hasilnya, KPU tetap menolak permohonan PDIP itu dan  KPU mengirim surat balasan ke PDIP perihal sikap KPU tersebut.

Menurut Arief, sikap KPU itu dasarnya adalah Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu yang isinya menyatakan jika ada caleg meninggal, maka posisinya diganti dengan caleg dari partai dan daerah pemilihan yang sama dengan perolehan suara di urutan berikutnya. Sementara, Harun Nasiku bukanlah caleg yang memperoleh suara terbanyak kedua atau berukitnya setelah Nasarudin Kiemas.

Karena itu,  KPU menetapkan Riezky Aprilia dari PDIP sebagai Anggota DPR RI terpilih di daerah pemilihan Sumatera Selatan I menggantikan Nazarudin Kiemas. Bukan Harun Masikhu seperti yang diinginkan PDIP.

Bahkan, Riezky pun telah dilantik sebagai Anggota DPR RI periode 2019-2024 pada 1 Oktober 2019 lalu.

Sebelumnya, Wahyu Setiawan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisioner KPU setelah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wahyu juga telah ditahan di Rutan Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta.  Wahyu ditetapkan sebagai tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT  KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas. Saat itu, KPK mengamankan delapan orang pada Rabu dan Kamis 8-9 Januari 2020.

Adapun  tersangka lain yang ikut terjaring OTT KPK adalah mantan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina yang juga mantan caleg DPR RI PDIP Dapil Jambi dan dikenal sebagai orang kepercayaan Wahyu. Agustiana ditahan di rutan KPK belakang Gedung Merah Putih.

Sementara tersangka pemberi suap, Saeful Bahri yang merupakan staf DPP PDIP ditahan di rutan gedung  KPK  lama. Namun, tersangka lainnya caleg PDIP Harun Masiku masih buron.

Menurut KPK. Wahyu Setiawan melalui Agustiani diduga menerima suap dengan tujuan agar politisi PDIP Harun Masiku menjadi pengganti antar waktu (PAW) di DPR. PAW dilakukan karena Nazarudin Kiemas yang memperoleh suara terbanyak  wafat pada Maret 2019.

Dalam rapat pleno KPU nama pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Namun, ada usaha melalui Wahyu agar KPU menetapkan  Harun sebagai pengganti Nazarudin.

Untuk itu, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun. Dari tottal uang yang diminta,  diduga Wahyu menerima Rp400 juta yang akan diterima melalui Agustiani.

Soal sumber dana Rp400 juta melalui perantara, sejauh ini KPK masih menelusurinya.

Atas kasus itu, Wahyu Setiawan dan Agustiani dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Harun Masiku dan Saeful Bahri dijerat  pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (wan)

About Author